RSS

Ratapan di Ladang

Tadi siang sengaja baca-baca lagi koleksi buku-buku lama, lalu terpaku pada satu judul milik Kahlil Gibran, Yang Maha Rindu. di dalamnya ada cerita yang menarik. saya membacanya berulang-ulang.

kemudian aku menoleh ke arah bunga-bunga dan aku melihat bunga-bunga itu mengucurkan butiran-butiran kecil airmata dari putik-putiknya, lalu aku bertanya: hei bunga-bunga yang cantik mengapa menangis? lalu setangkai bunga itu menjawab, berkata: kami menangis karena manusia akan datang dan memotong tangkai-tangkai kami dan membawa kami ke kota dan menjual kami seperti seorang budak padahal kami adalah makhluk merdeka, dan jika sore telah datang maka kami akan menyerahkan jiwa kami kepada takdir. bagaimana kami tidak menangis sementara tangan manusia yang kejam akan memisahkan kami dari kebun negeri kami?

dan setelah beberapa lama aku mendengar suara sungai mengadu sambil meratap seperti orang yang anaknya mati, aku bertanya padanya: mengapa kamu meratap hei sungai kecil yang indah? sungai itu menjawab: karena aku berjalan menuju kota dengan terpaksa tempat dimana manusia menghinakan aku dan dengan iming-iming kehormatan manusia menguras aku serta mempekerjakan aku untuk mengangkut sampah-sampahnya. bagaimana aku tidak meratap sementara tak lama lagi kesucianku akan menjadi dosa dan kebersihanku akan menjadi sesuatu yang kotor?

kemudian aku menunduk, aku mendengar burung-burung menyanyikan sebuah lagu kesedihan yang menceritakan tentang luka yang berbekas, terus aku bertanya pada burung-burung itu: kenapa kalian terluka hei burung-burung yang cantik? seekor burung mendekat kepadaku, bertengger di ujung dahan dan berkata: akan datang anak adam sambil membawa alat perusak yang akan menyerang kami seperti tebasan sabit pada tanaman, karena itu sebagian dari kami akan mengucapkan selamat tinggal kepada sebagian yang lain, kami tidak tahu siapa diantara kami yang akan luput dari takdir yang sudah pasti. bagaimana kami tidak akan terluka semetara maut selalu membuntuti kami kemanapun kami berjalan?

matahari telah terbit dari balik gunung dan nampaklah pucuk-pucuk pepohonan seperti memakai mahkota emas, lalu aku bertanya pada diriku sendiri: mengapa manusia menghancurkan apa-apa yang telah dibangun oleh alam? 

saya terdiam lama, menyadari bahwa jauh-jauh hari sejak Gibran lahir, tumbuh dan menemui ajalnya di suatu tempat antah berantah yang asing bagi saya, entah dibelahan bumi mana yang hanya bisa saya liat dari gambar-gambar yang tertera di peta, bahwa lakon manusia selalu sama, tak ubahnya penjahat yang mengotori alam, perusak tatanan kehidupan, pembunuh sesama makhluk, penghancur di muka bumi. padahal hewan, tumbuhan, dan seluruh semesta ini senantiasa bertasbih kepada-Nya. kepada-Nya yang Maha Satu. lalu masih pantaskah kita menyebut diri kita makhluk paling sempurna?? 

"Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini. mereka bertanya: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (Q.S. Al-Baqarah, 2:30)

Tuhan, saya berlindung pada-Mu dari segala keburukan perilaku..






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment