RSS

karena kita manusia (?)

Otak tidak seperti hardisk. Tak ada yang bisa memerintahkannya untuk mengingat hal-hal yang penting-penting saja, lalu menghapus hal-hal buruk yang benar-benar ingin dilupakan. Jika bisa begitu, cukup dengan dua kali klik saja hidup saya akan jauh dari kata resah.  Yang pertama: klik kanan. Yang kedua: klik delete. Selesai! Semudah itu saja. Maka saya akan menjalani hidup dengan baik-baik saja. Saya akan menjadi orang paling positif di dunia ini. Saya akan berprasangka baik terhadap semua orang. Saya akan amnesia permanen terhadap kenangan-kenangan buruk yang pernah terjadi. Maka kelak di suatu sore ketika saya sedang duduk-duduk di bawah rok-besar-nyonya-Eiffel-yang-arogan sembari memandangi sungai Seine dan menyeruput segelas Pop Ice Capuccino (?), saya akan tersenyum-senyum sendiri dalam kesyahduan dengan sorot mata penuh arti, karena segala hal yang terjadi di masa lalu saya adalah hal-hal menyenangkan. Sebatas yang saya ingat tentu. Karena ingatan-ingatan buruk, kejadian-kejadian bodoh, pengalaman-pengalaman pahit, kesemuanya itu telah saya lenyapkan dari memori otak saya. Tapi di planet bernama realitas ini, saya hanya bisa menjalankan peran sesuai skenario-Nya. Saya tak bisa mendapatkan segala hal bergerak sesuai ekspektasi. Hidup berada di luar kendali saya. Ada Dia yang Maha Mengatur.

Prolog saya memang sudah keterlaluan panjangnya.

Maka di sinilah saya sekarang. Menjadi kaum marginal. Kaum pemimpi yang tinggi imajinasi. Yang setiap hari hanya bisa mengoceh saja tanpa ada aksi apa-apa. Yang selalu jumawa menonton berita kriminal si anuh diperkosa atau si inuh dibunuh bapaknya sendiri. Yang membenci sifat materialistik tapi melek juga kalo dikibasin duit. Yang seringnya mengumpat pemerintah yang dipikirnya terlalu lamban mengatasi hal-hal cetek padahal belum tentu dirinya bisa berbuat lebih baik jika berada di posisi yang sama. Manusia memang begitu, sok idealis. Merasa pintar. Merasa pendapatnya-lah yang paling benar. Merasa komentarnya tentang persoalan remeh-temeh harus didengarkan oleh seluruh dunia. Dan sayangnya, saya adalah manusia.

Di warung-warung, di pangkalan ojeg, di rumah makan, di los-los pasar ikan, di gang-gang kompleks perumahan yang sempit, saya selalu menemukan diri saya yang lain. Orang-orang yang padanya saya banyak berkaca. Bahwa rupa-rupanya saya sama saja dengan mereka, tak ada beda. Menghabiskan waktu hanya untuk menggunjingkan si nunung juga si neneng, mengeluhkan hidup yang makin sulit, merutuki cuaca yang terlalu panas, memaki pada hujan yang tak kunjung reda, meributkan harga gula pasir yang naik seratus-dua ratus perak, mengutuk-ngutuk PLN jika listrik padam sejam-dua jam, blabla bliblu blububu..

Manusia -yang berarti saya juga termasuk- memang punya kecenderungan untuk selalu begitu. Hidup dengan ekspektasi yang tinggi, dengan pengharapan agar segala hal di dunia ini berjalan sebagaimana yang dia mau. Lalu jika kenyataan dan harapan menjadi dua kutub yang saling tolak-menolak, kita punya jurus pamungkasnya. Ya!! Kita punya mulut untuk mengeluh, untuk mengumpat, untuk merutuki, bahkan dalam skala yang lebih besar dan tentu saja lebih parah: menuding Tuhan begini dan begitu. Dan nanti pada akhirnya ketika ada yang menyadarkan, kita selalu siap membentengi diri dengan kata-kata klasik, bahwa kita hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan. HANYALAH manusia. Kenapa pula kata ‘manusia’ harus disandingkan dengan kata ‘hanya’ ??? apakah dengan begitu kita bisa meng-excuse diri kita untuk membuat kesalahan-kesalahan lainnya? Karena kita ‘hanyalah manusia’, bukan malaikat? Sehingga kita secara sadar dibolehkan untuk berbuat hina, berbuat kecurangan, berbuat kesalahan?!! Manusia memang selalu pintar membuat pembenaran. Dan saya, sayangnya memanglah manusia. Makhluk mulia hasil karya Tuhan, makhluk sempurna yang di hadapannya malaikat pun pernah bersujud, makhluk yang diberikan segala keistimewaan namun seringnya malah menghinakan dirinya sendiri.

Jika saja saya punya kuasa atas otak yang bersemayam anggun di dalam batok kepala ini, ingin sekali rasanya men-setting hal-hal baik dan hal-hal buruk yang ingin diingat atau dilupakan, yang ingin dikerjakan atau ditinggalkan, yang ingin diteruskan atau dihapuskan saja. Dengan begitu saya akan menjadi manusia paling positif, dengan begitu saya dapat hidup tanpa diliputi kecurigaan, dengan begitu semua orang adalah baik di mata saya, dengan begitu saya tidak perlu mengeluhkan ini dan itu, dengan begitu saya akan pensiun dari jabatan saya sebagai komentator hal-hal tercela, lalu hidup tenang sedamai-damainya hingga kelak Tuhan menghadiahkan kunci surga untuk saya.

Kini tugas kita, terlebih tugas saya, untuk mengkalibrasikan ekspektasi dengan kehendak Tuhan. Caranya bagaimana? Saya juga tidak tahu. Haha *jitak bolak-balik*. Tapi yang jelas untuk saat ini hal kecil yang bisa saya lakukan hanyalah: berhenti mengeluh. Sedikit demi sedikit. Lalu berbuat lebih banyak. Sebanyak-banyaknya. Semampu saya, semampu kita. 

Huufff.. *tarik nafas*. Surga masih terlalu jauh, pun saya masih terlalu kotor. Tapi selalu ada kesempatan untuk menuju ke sana. Insya Allah.

semoga!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Takut

Tak tahu kenapa perasaan ini selalu datang tiba-tiba tanpa pernah saya undang. Suatu perasaan takut. Takut kehilangan. Rasa takut yang tidak beralasan sebenarnya. Ia tidak sampai menyesakkan tentu, tapi cukuplah membuat saya merasa terganggu. Merasa tak enak. Rasanya seperti -entahlah- seperti ada yang tidak beres dengan sistem pencernaan. Seperti pankreas yang ogah-ogahan menghasilkan amilase, tripsin dan lipase sehingga organ tubuh lainnya ikut-ikutan merasakan semua ketidaknormalan. Ah, bertele-tele kau nak!! *abaikan* 

Saya takut. Saya takut jika satu persatu kakak-kakak saya beranjak menyongsong hidup baru mereka: menikah. Terdengar bodoh? Iya, saya memang selalu bodoh. Tapi saya merasa begitu, merasa takut. Ketakutan akan banyak hal tentu saja. Takut kehilangan yang paling utama. Disusul dengan ketakutan-ketakutan lainnya yang tetap saja tidak beralasan. Atau seringnya alasan itu saya buat-buat sendiri untuk sekedar meningkatkan volume kegalauan di hati saya. bodohnya!

Dunia mereka setelah menikah, tentu saja akan jauh berbeda. Sudah ada yang mereka prioritaskan. Keluarga yang baru. bisa saja segalanya masih tetap sama. bisa saja masih tetap ada acara menanyakan kabar dan bertukar cerita. Bisa saja masih ada saling menasehati dan memberi semangat. Tapi selalu saja ada kemungkinan hal yang sebaliknya.

Di belakang mereka ada para istri, ada anak-anak yang sama-sama butuh untuk diperhatikan. Dan saya sadar pada akhirnya kakak-kakak saya tidak lagi menjadi milik saya sepenuhnya. Mereka milik istri-istri mereka, anak-anak mereka. Kelak, saya akan kehilangan sebagian perhatian yang dulunya hanya tercurahkan sepenuhnya pada saya. dan saya teramat takut jika benar-benar kehilangan mereka. Saya takut kehilangan sosok yang selalu membuat saya merasa terlindungi. Yang selalu membela saya, yang selalu menguatkan saya di saat-saat sulit yang saya lewati. Yang selalu ada dan menunjukkan kepedulian mereka untuk membuat saya tegar dan bersemangat. 

 Saya terlalu takut untuk sekedar kehilangan semua kehangatan yang kita punya. Takut merasa sepi.  Sebab nantinya semua tak akan lagi sama, masing-masing dari mereka beranjak satu-persatu, merangkak menyongsong hidupnya sendiri-sendiri secara mandiri, menyulam kehidupan dalam bingkai yang baru, bingkai pernikahan. Dan saya? entahlah.. Saya selalu takut menjadi dewasa (untuk tidak dibilang tua) meski kelak akan tiba pula masanya bagi saya. pasti!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ngakak sampe merangkak

ancur gila, ngakak gak tau diri eke pas nemu ini di tumblr orang. sial!! bangke kuda!! sampe capek ni rahang bergoyang mulu karena ketawa!!



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

bertandang ke panti rehabilitasi gepeng

yep! sekitar dua minggu yang lalu tepatnya di hari selasa pagi yang cerah saya bangun tidur dengan jumawa lalu capcipcup ke halte busway bidara cina. gerangan apakah yang membuat saya begitu bersemangat? oh tentu, saya akan ke Bekasi tepatnya ke panti rehabilitasi gelandangan dan pengemis untuk melakukan tugas suci nan mulia: WAWANCARA. huwaatt?? apa katamu, nak? wawancara? apakah saudari elvira yang manis dan wangi ini sekarang telah berganti profesi menjadi seorang wartawan ibukota nan terkenal itu? tentu saja jawabannya: tidak! wawancara yang dimaksud adalah membagi-bagi kuesioner skripsi. skripsi saya kah? no, no, no. skripsi teman saya, Yusni, yang mengambil topik tentang gelandangan dan pengemis. keren ya? banget! huks.

Maka di pagi yang indah itu ditemani kicauan burung, saya, yusni, dan ketujuh teman saya siap meluncur ke Bekasi. naek transjak sampe ke UKI lalu transit en lanjot naek bus gede ke bekasi (gak tau nama busnya apa tapi bayarnya per orang 4 rebu rupiah). sampailah kami ke sebuah lokasi nan asri, semacam asrama ato panti gitu yang dikelola oleh kementrian sosial. panti ini namanya Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur, tempat rehabilitasi orang-orang yang sebelumnya suka ngesot sana ngesot sini di jalanan seperti gelandangan, pengemis, pengamen, dan sebagenya. di panti ini mereka dikasih keterampilan biar kelak setelah keluar dari panti mereka bisa dapet kerjaan yang lebih baik. gak menggelandang lagi di jalanan. mereka dibekali dengan pendidikan dan pelatihan diantaranya kaya perbengkelan, tata rias alias nyalon-nyalon gitu lah, ada juga yang desain grafis. macem-macem pokonya.



ready to go!





Gerbang PSBK Pangudi Luhur tampak dari depan jalan

sampe di panti naujubile masyarakatnya banyak juga ternyata. yaudah langsung aja para gepeng ini dikumpulin di aula dan kita mulai bagi-bagi kuesioner setelah sebelumnya dapet instruksi begini dan begono dari si Yusni, sang empunya kuesioner. setelah gepengnya dibagi-bagi dalam sembilan kelompok yang per kelompoknya kurang lebih ada sebelasan orang, langsung aja kita bersembilan menjalankan tugas wawancara. kalo bahasa statistiknya sih 'mencacah'. ahihihi.. kalo mereka bisa baca-tulis ya kuesionernya langsung diisi sendiri aja. tapi ada juga yang gak bisa baca dan akhirnya kita yang bacain isi kuesionernya. seru lah, tapi kadang bingung juga menerjemahkan bahasa kuesioner dengan bahasa yang mudah en gampang dipahami oleh para responden. itu tantangannya! yeah!


Yusni lagi nyacah

saya, nyacah mantan pengamen (gambarnya agak burem n goyang)


selese nyacah, istirahat bentar sambil ngitung-ngitung kuesioner

abis nyacah perutpun meraung-raung. yaudah kita break dulu buat makan siang sekalian buat shalat dzuhur. capcuslah kita ke BTC alias Bekasi Trade Center yang emang deket banget dari panti. tinggal jalan kaki doank gituh.


lunch time at BTC

sebelum pulang, poto dulu donk sama responden, hihi

sembilan penakluk hati para gepeng, muahaha

yah segitu aja yang bisa saya share. pokonya bener-bener berkesan lah bisa ngobrol sama para mantan gepeng yang hidupnya dihabiskan di jalanan buat ngumpulin seribu-dua ribu, duit yang seringnya malah saya hambur-hamburin buat beli barang-barang yang gak guna.

Di dalam bus, sepanjang perjalanan pulang, banyak hal yang saya renungi tentang hidup. Mereka, para gelandangan itu, bisa begitu mudah menerima kehidupan mereka, menerima keadaan mereka. padahal di dunia ini gak pernah ada satupun manusia yang mau terlahir sebagai orang susah. dan mereka, yang saya tahu, juga sepenuh hati menginginkan kehidupan yang lebih baik dari yang saat ini..

bus melaju, seorang pengamen bersuara merdu menyanyikan lagu-entah-apa-judulnya, di dalam liriknya terdapat kata-kata 'merindukan purnama'. hati dan jiwa saya yang gampang sekali melo ini pun semakin mendayu-dayu. saya memanjatkan sepenggal doa kecil di dalam hati. berharap Tuhan yang Maha Pemurah membagikan rezki yang cukup kepada mereka. Semoga! Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan Doa.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

my body care

Muka? Bolehlah standar. Warna kulit? Bolehlah gak putih-putih amat. Tinggi badan? 160 ke atas juga udah sukur. Asal gak usah tengsin aja pas ketemu artesh-artesh tiang listrik macam cinta laura, aura kasih ato luna maya. Idih, itu mah faktor keturunan ya, jadi kalo kamu-kamu berbadan kecil (pendek yang diperhalus, ahahaha) tolong salahkan ayah bundamu! Muahahaha.

Aih, jadi kemana-mana kan ngomongnya. Intinya saya sebagai tante-tante-muda-yang-bentar-lagi-akan-wisuda-trus-bakal-kerja-kantoran ini mo sharing tentang perkakas-perkakas (ampun bahasanya) yang sering saya pake untuk merawat diri biar suami hasil pernikahan siri saya itu semakin cinta dan rela membangun taj mahal buat saya.

Oke daripada berpanjang lidah berpanjang kata langsung aja gituh di cek dan ricek ya jeng..

1. sabun
Hmm.. saya punya beberapa sabun di kamar mandi *intip kamar mandi bentar* dan sering saya gonta-ganti sesuai mood saya. kalo saya sedang mood untuk bercinta (ih najis lo) saya pake Lux biar wanginya membuat om joni merinding tak tahan. Yahahaha. Kalo saya sedang mood untuk jadi anak baik-baik saya pake lifebuoy. Trus terakhir sih saya lagi pake sabun Jacqui’s Passion yang papaya-papaya gitu deh, itu juga gratisan hadiah waktu belanja di matahari. Cihuy kan? Apalagi buat anak kosan kaya kita-kita ini yang gak mo rugi. Hihi.

2. sampo
Dari dulu saya gak pernah cocok sama satu shampoo. Ada aja yang kurang. Clear mah gak bikin ketombean tapi wanginya standar. Kalo Dove wanginya hooh banget tapi kalo lamaan dikit jadinya malah ketombean. Yang enak tuh pake shampoo bayi, apalagi dee dee. Berasa imut deh padahal muka udah berkerut sana-sini. Ahihi. Dari kecil saya selalu pake dee dee dan kalo lagi di rumah kakak saya, sampo-sampo para ponakan saya libas habis. Muahahaah. Gak tau kenapa ya produk-produk bayi itu enak-enak tapi mahalnya ampun mak. Bener-bener menguras kantong.

3. krimbat
kalo soal rambut saya emang perawatan banget. Gak perlu nyalon sih. Perawatan di rumah aja. Waktu jaman SD-SMP tuh sering banget dipakein daon orang-aring sama mama, daon sop juga (daon sop apaan yak? Yang dipake di sayur sop itu. seledri apa ya? Sebodo amat dah yang penting itu). pokonya daun-daun itu ditumbuk, kasih aer dikit, yaudah digosok-gosokin ke kulit kepala. Kadang saya juga pake lidah buaya. Lendirnya dialusin, dimasukin kulkas baru pas udah dingin diolesin dah tu di kepala. Sensasinya dingin-dingin di kepala auuu.. sedap! Pake santen yang dingin juga seger. Sekarang sih jarang banget saya kaya gitu. Di kosan ngapa-ngapain serba males. Jadi pake yang instan aja. Rejoice yang buat krimbat itu dipake dua minggu sekali juga udah sukur.

4. lotion
Saya udah lama pake Citra yang bubuk mutiara putih. Udah gak mao ganti-ganti lagi. Vaselin juga bagus sih, tapi botolnya itu loh, gak canggih banget bentuknya.  Jadi sebenernya saya mo pake lotionnya apa pake botolnya sih?

5. masker
Gak tau kenapa semenjak tinggal di Jakarta kotaku Indah kotaku megah ini jerawat sering banget silaturahmi ke muka saya. jadi saya pake dah tu masker jerawat sariayu. Tapi sebenernya yang lebih mantep tuh pake putih telor yang dicampurin sama madu. Aduh, kenceng banget ni muka. Bekas jerawat juga kabur dimakan setan. Sayangnya saya sering males sih.

6. lulur
Aih, sebulan sekali luluran juga udah alhamdulillah banget. Alesan klasiknya sih karena sibuk. Tapi lebih karena males aja sih sebenernya. Wahaha. Kalo lulur sih saya pake shinzui (tulisannya bener gak nih? Males ngecek ke kamar mandi mode: on).

7. facial foam
Aduh saya udah gak pake biore-biore-an atau ponds-ponds-an lagi semenjak umur saya tak lagi belasan, pemirsa. Saya dapet rekomendasi dari pacar katanya pake sabun muka batangan aja, gak tau tuh sabun apaan yang jelas itu sabun papaya en warnanya orens-orens menggoda gitu. Bagus kok. Saya jadi gak jerawatan lagi. Yihaa!!

8. bedak
Sebodo amat ya saya diketawain orang karena udah setua ini saya masih pake bedak bayi di muka. So what? Wanginya enak gitu. Saya juga gak terlalu demen sama bedak padat, tau deh kenapa. Jadi kalo abis mandi saya suka banget pake minyak kayu putih trus tabur-taburin bedak ke badan. Bedak dee dee yang stroberi itu loh. Berasa jadi bayi, bayi raksasa tapinya. Muahahaha.

9. cologne
Cussons baby soft touch yang warna biru itu wanginya enak. Tapi tergantung sih selera kamu apaan. Pokonya semua produk bayi itu enak-enak wanginya. Eh tapi kadang saya juga suka sama sanex cologne yang warna ijo. Kalo cowo yang pake cologne ini bawaannya pengen disayang-sayang deh sama saya. *dasar lu phy maniak cowo!*

10. parfum
Elle wanginya enak banget sumpah. Menurut indra penciuman saya tentunya. Jangankan cewe, cowo aja demen sama wanginya. Sebut saja temen saya si garong Mar’ie yang suka nyolong-nyolong parfum saya waktu dia maen ke jakarta. kurang ajar emang tu anak! Mahel tauk!! *balada anak kos kikir*

11. pelembab muka
Saya baru nyoba pake olay yang natural whitening. Kemakan iklan agnes monikung sih! Ahahaa. Eh tapi seriyes ini ngefek kok. Bagus deh pokonya. Bisa ngilangin (ato cuma menyamarkan doank?) bintik-bintik item bekas jerawat. Cocok banget untuk kamu yang frustasi digantungin gebetan gara-gara ilfeel liat titik-titik indah di pipi kamu.

12. lip care
Saya pake lip ice yang stroberi (demen amat lu phy sama stroberi). Enak deh pokonya. Supaya bibir gak kering dan gak pecah-pecah aja sih. Selain itu lama banget abisnya. Hemat-sehemat-hematnya. Voila!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

preketek dum dum tak

Aku ingin jadi sepasang sayap kupu-kupu, ingin menjadi sebatang pohon, menjadi sebutir kacang, menjadi wewangian bedak bayi, menjadi sekotak korek api, menjadi ekor marsupilami, menjadi buih di lautan, menjadi sehelai bulu mata, menjadi sarung bantal, menjadi kembang api, menjadi kicauan burung, menjadi hujan atau pelangi, menjadi selai nanas, menjadi sebuah bintang dalam rasi auriga, menjadi float di atas jus alpukat, atau menjadi salju.

Pun tak masalah jika aku menjadi suara kentut, menjadi bau mulut, menjadi gigi gorila, menjadi laba-laba, menjadi tinta pena, menjadi keset kaki, menjadi roda bajaj, menjadi lumut, menjadi rasa haus, menjadi bungkus kuaci, menjadi birahi, menjadi harga diri, menjadi bulu ketek, menjadi apapun tetek bengek.

Aku tak peduli. Aku sedang bosan menjadi begini. Maka aku ingin berlari, sebentar saja, lalu menepi. Berbaring di semak belukar, minum dari sungai, menunggangi keledai, memeluk lumba-lumba, bercerita pada awan, berdansa dengan naga, menggasak daun-daun untuk dimakan lalu tidur hingga lupa diri.

Aku jenuh dengan skripsi, aku muak berbicara sendiri, aku lelah menangis lagi. Aku hampir mati. Terbawa arus frustasi. Aku bosan dengan kebosanan. Maka tolong peluk aku, sebentar saja. Tolong ucapkan kata-kata paling basi yang sangat aku benci: ayo elvhy, semangat lagi!!!



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ruang

Mungkin tak mengapa jika saya sebut ini rindu. Rindu pada ruang kecil tempat saya habiskan sebagian waktu untuk bercakap dengan diri sendiri. Ruang yang sepi dari furniture. Ruang penyimpan mimpi. di sana, sebuah ranjang tua diletakkan menempel ke dinding, tempat saya baringkan raga yang lelah. Sebuah meja belajar berada di sisi yang lain, di laci meja itu saya simpan koleksi komik saya, juga sebuah album foto pemberian seorang sahabat, hadiah untuk ulang tahun saya yang keempat belas. di  sebelah tempat tidur ada lemari kecil, rak paling bawahnya saya pakai untuk menyimpan buku-buku pelajaran sekolah yang memang tidak begitu banyak.

Saya rindu ruang itu. sebuah ruang yang saya sebut kamar pribadi. Di belakang pintunya saya tempelkan tulisan-tulisan penuh mimpi, dan mimpi-mimpi itulah yang membuat saya selalu bersemangat berangkat ke sekolah. Di ruang itu saya belajar siang dan malam, di ruang itu saya memahami arti menjadi orang dewasa, di ruang itu saya simpan semua rasa cinta dan kebanggaan saya. sebuah tempat kecil, seadanya, tapi membuat nyaman. 

Lalu kini saya hanya bisa mengenang. Saat-saat saya mengerjakan tugas fisika di kamar mungil itu. saat saya menyalin catatan bahasa Inggris. Saat saya mengobrol dengan para sahabat. Saat saya selalu mencurahkan isi hati dalam buku harian bergembok. Saat saya merasa dunia ini terlalu indah, dan kita tidak punya banyak waktu untuk sekedar bersedih hati.






Kini tersadar, bahwa saya terlalu banyak menyimpan rindu. Pada hal-hal yang mungkin saja tak perlu. Pada ini-itu. Pada masa lalu yang telah banyak menjadi abu.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS