RSS

Tiket Bus Transjak

Saya pun tersulut. Sudah lama wacana ini bergema di kepala, namun waktu seperti tidak pernah cukup bagi saya untuk mengerjakan skripsi, mencuci baju, membeli makanan di warteg, membersihkan kamar, menyisir rambut dan menulis segenap keluhan yang berasal dari jiwa nan hijau ini (?). Cih!  Adalah bus transjakarta yang disebut-sebut sebagai solusi dari jeritan hati warga Jakarta dalam menanggulangi kemacetan. Sudahkah teratasi? Saya belum bisa bicara jauh soal ini karena selain ilmu saya masih dangkal, saya juga tidak ingin terlihat bodoh. Hoho. Yang jelas jika melansir kata-kata pak kumis, jumlah pengguna bus transjakarta semakin meningkat seiring jumlah bus dan halte yang semakin diperbanyak (?). Tapi sepertinya saya merasa pelayanan transjakarta belum maksimal karena di titik-titik tertentu masih saja ada kejadian jumlah pengguna yang membludak sementara bus datangnya molor, bisa setengah jam atau bahkan sampai satu jam kemudian. Sangat tidak efisien. Membakar emosi! Karena kalau kata para pebisnis, waktu adalah uang. Jadi jangan sampai terbuang begitu saja.

Berputar-putar sekali. Haha. Sebenarnya dalam tulisan tidak jelas ini saya hanya ingin menyoroti bus transjakarta dari sisi dampaknya terhadap bumi yang keren ini. Maksud saya, saya salut dengan kebijakan penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk bus segede kingkong ini, tidak lain dan tidak bukan tentulah dengan tujuan untuk mengurangi pemakaian minyak bumi yang jumlahnya semakin minim. Tetapi di sisi lain, pemda lalai karena menggunakan kertas sebagai *apa ya?* katakanlah sebagai media bagi pengguna bus untuk bisa menggunakan jasa transportasi massal ini (aneh bahasanya, pura-pura gak tau!). Saya tidak pernah bosan untuk selalu mengingatkan siapa saja di mana saja untuk melakukan penghematan kertas. Kertas-kertas itu didapatkan dengan cara menebang pohon, menggunduli hutan. Semua tahu itu, tapi mungkin hanya sedikit sekali yang aware. Jadi singkat kata ketika saya menyerahkan uang Rp.3500 kepada petugas halte, saya akan diberikan selembar tiket masuk yang kemudian akan disobek menjadi dua bagian, yang satunya buat disimpan petugas, yang satunya buat saya. lalu bekas potongan tiket yang diberikan ke saya itu ujung-ujungnya hanya akan saya buang, menambah-nambah jumlah sampah tentu saja jika dilakukan oleh ratusan orang yang naik bus transjakarta dalam sehari misalkan. Lalu kalau dikalikan 30 hari dalam sebulan, atau 365 hari dalam setahun. Ah, tak terbayang nasib hutan kita, hutan Indonesia yang disebut-sebut sebagai paru-paru dunia yang fana ini (?).

Bukankah ada baiknya tiket naik bus transjakarta dialihkan menjadi semacam kartu yang tinggal digesek sehingga pemakaiannya dapat dilakukan berulang-ulang? Menurut saya ini lebih ramah lingkungan. Mengurangi penggunaan jumlah kertas, mengurangi jumlah energi yang terpakai untuk memproduksi tiket bus transjak, dan tentu saja mengurangi volume sampah kota Jakarta.

Lalu apa yang bisa saya lakukan? Menggerutu! Haha. Saya terlalu banyak protes. Tapi saya hanya ingin bumi ini menjadi nyaman untuk ditinggali, saya ingin bumi ini dalam keadaan ‘sehat’ ketika diwariskan kepada anak-cucu nanti. Yah, Jakarta semakin panas, mall semakin banyak, jumlah mobil dan motor juga tidak mau kalah, sementara taman-taman dan lahan terbuka semakin susah ditemukan. Saya tidak bisa berbuat banyak, yang mampu saya lakukan hanyalah berusaha mengurangi pemakaian kertas, menghemat air, listrik dan energi, membenci para perokok (?), dan mengkampanyekan hidup hijau untuk menyelamatkan bumi kita kepada orang-orang terdekat.

Mari memulai dari diri sendiri!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment