Bunyi printer di kamar El
berdengung monoton. Seirama suara hatinya yang menjeritkan nada-nada kebosanan.
Ya, El sebenarnya sudah teramat muak berhadapan dengan laptop, berkali-kali
mengalami dejavu seperti ini: revisi skripsi-print-setor ke dosen-ada yang
salah-revisi lagi-print lagi-setor lagi. Bahkan pekerjaan kuli bangunan yang
setiap harinya hanya melinting rokok lalu melinting rokok dan melinting rokok
lagi dianggap El masih lebih berwarna dan tidak menjemukan *astaghfirullah*
Maka El diserang suatu rasa
berdosa yang ia sebut “pengkhianatan terhadap diri sendiri”. Apa pasalnya? Persoalan
print-mengeprint ini bukanlah perkara mudah. Setiap kali kertas-kertas ini
dibombardir oleh tinta printer, di saat itu pula El seperti tertampar oleh
ideologinya sendiri. Begitu banyak kertas yang ia gunakan dan pada akhirnya
hanya akan menjadi tumpukan sampah setelah dipecundangi oleh dosen dengan
berbagai coretan merah di sana sini. El merasa gagal, gagal menjadi manusia
dengan kepalan tangan di udara yang berteriak-teriak lantang menyerukan gerakan
cinta bumi.
Lalu perkara skripsi ini tidak
mudah. Setelah dihinakan pada acara sidang skripsi tempo hari dan dinyatakan
lulus dengan syarat harus mengerjakan beberapa perbaikan, El pun
luntang-lantang selama dua minggu bekerja rodi. Rasanya sudah lama sekali Ia
tidak merasakan nikmatnya tidur pukul 21 lalu paginya terbangun dengan wajah
cerah sumringah seperti habis menerima gaji.
El melirik jam dinding hijau muda
yang menggelantung manja di sebelah jendela. Sekarang sudah pukul 00.30.
setengah satu pagi. Itu berarti hari jumat sudah menyapa, lalu besok adalah
sabtu, lalu besoknya lagi minggu. Ingin rasa Ia menghabiskan akhir pekan dengan
bermain ice skating bersama para sahabat. Tapi kewajiban tidak dapat ditunda. Ah,
kalo saja Ia boleh menawar, bisakah semenit yang bergulir seharusnya menjadi
sebulan? Dengan begitu akan ada banyak hal yang bisa Ia kerjakan terlepas dari mengurusi
skripsi yang tidak lain merupakan konspirasi orang-orang intelek untuk menyiksa
dan mengisap habis darah para mahasiswa tingkat akhir. Jahat sekali!
Sesekali El membaca koleksi
buku-buku usangnya, mengumpul-ngumpulkan serpihan semangat dari buku-buku Pak
Cik Andrea yang membuatnya tegar bertahan di kampus berlambang sigma ini selama
4 tahun. Terkadang El juga mengintip jejaring sosial, atau pelesiran ke blog
orang-orang keren yang menginspirasi. Dengan begitu Ia dapat mengobati sedikit
kejenuhan dalam perjalanan meraih Sarjana Sains Terapan.
Hmm.. btw apa kabarnya langit
jakarta? Tadi siang hujan. Tumben sekali padahal sekarang matahari sedang
ganas-ganasnya membakar anak-anak adam. Maka menghirup aroma tanah selepas
ditimpa hujan adalah kemewahan. El salah satu yang mencintai wangi tanah basah.
Entahlah, Ia merasa kombinasi hujan, wangi tanah dan segelas teh adalah
perpaduan yang seksi. Aneh sekali.
Dan sekarang mata El semakin
berat. Otak pekat oleh beban yang bertumpuk-tumpuk, tapi kantuk tidak bisa
dicegat. Maka lebih baik Ia tidur. Pagi nanti masih ada janji yang mesti
ditunaikan.
Lagu westlife mengalun di kepala
we all fall down
we all feel down
...
the more we pray, the more we feel alive
0 comments:
Post a Comment