Menyenangkan rasanya untuk
mengambil jeda sejenak dari rutinitas yang padat seraya bercakap dengan diri
sendiri. Karena ketika memarginalkan diri, akan selalu ada bahan yang bisa
dijadikan refleksi. Saya selalu menyukai waktu-waktu ketika adzan magrib selesai
berkumandang, lalu pikiran melayang-layang menembus segala bentuk dimensi.
Memikirkan apa saja yang terlintas. Tentang pencapaian, tentang berkat dalam
hidup, tentang sesiapa saja yang datang dan pergi.
Dalam hidup, akan selalu ada
orang-orang yang mengkhianati. Tapi tak masalah, kebaikan selalu hadir sebagai antitetis dari keburukan. Bahwasanya kebaikan akan datang untuk mengimbangi
keburukan. Itu yang saya yakini. Bahkan jika kita saksikan di film-film India,
kebaikan –meskipun terkadang datangnya terlambat- pasti mampu menumbangkan
kejahatan. Itu absolut.
Maka ketika saya dikhianati, saya
percaya masih ada bahu-bahu yang setia menopang sandaran kepala saya. Sebut
saja Ummul, yang tergopoh-gopoh dari klender ke kosan saya di otista karena
tahu saya sakit. Dan meskipun dia cerewet, saya tahu dia selalu mengkhawatirkan
keadaan saya.
Atau sebut saja Dhyan yang dengan
sabar di ujung telepon mendengar isak tangis saya, cerita-cerita saya, keluh
kesah saya tanpa sedikitpun interupsi. Di saat-saat tertentu saya memang butuh
orang hanya untuk sekedar mendengarkan, bukan malah menasehati.
Ada juga Adhy, yang rela basah
kuyup mengantarkan saya dari hotel sampai bandara dengan motor di subuh buta
karena saya tidak menemukan satupun taksi. Saya tahu dia bisa saja pura-pura
tidur, pura-pura tidak enak badan, pura-pura ini dan itu untuk mendekam di
bawah selimut dan mengacuhkan saya. Tapi dia tidak melakukan itu! dia tulus.
Dan saya heran karena lelaki sinting itu begitu benci saat saya ucapkan
‘terimakasih’.
Lalu ada Mar’ie yang meskipun
usil dan suka menindas saya, tapi selalu siaga kapanpun saya butuh pertolongan.
Dia yang selalu membela saya, selalu berada di pihak saya apapun yang terjadi.
Saya tidak pernah sedikitpun
meragukan keadilan Tuhan. Karena-Nya, saya merasa dicintai. Saya menemukan
orang-orang yang selalu sedia memberi segalanya tanpa pernah saya minta.
Rupanya, hidup ini begitu
sederhana jika dijalani dengan sederhana bersama orang-orang yang sederhana.
itulah mereka. Orang-orang yang selalu berada di orbital pertama hati saya. People
I’m best with. Dhyan, Ummul, Irma, Wahda, Mar’ie, Adhy, Asma, Idha, Ria, Fuah,
Pijar dan siapa saja yang selalu setia berdiri di sisi tanpa pernah mencoba
melepaskan genggaman tangannya.
Mereka sejati, meski tak ada yang
lebih sejati melainkan pemilik kesejatian itu sendiri: Tuhan.
0 comments:
Post a Comment