RSS

Lima Tahun Lagi


Kabut menggelayut manja di wajah langit. Menutup siang yang murung, memanggil awan-awan mendung. Tatapmu mengilatkan banyak janji. Janji akan penantian, kesabaran, kesetiaan, yang pasti berbuah kebahagiaan. Kata-kata yang tumpah ruah di sana, di balik binar matamu, sayangnya tak mampu terbahasakan oleh lidah.

Kamu hanya gadis mungil yang kutahu tak begitu pandai mengungkapkan perasaan. Sedang aku, hanyalah pengecut yang tak berani menjanjikan apa-apa. Aku digerogoti ketakutan akan banyak hal. Takut membuatmu menunggu terlalu lama, takut memberimu luka, takut menjadi penyebab dari semua airmatamu. Tapi aku masih ingin mempercayakan hatiku padamu.

Aku tersenyum girang dalam kepura-puraan. Berlagak selayaknya kita hanyalah dua anak kecil yang akan berpisah sebentar. Lalu bertemu lagi esok pagi di halaman sekolah.

Lima tahun takkan lama. Itu yang sering kita perbincangkan. Meski seringkali sebelah hatiku menjerit, dan kutahu kamupun sama. Sama gusarnya. Akankah semua baik-baik saja? Kita tak tahu pasti, sebab kita tak dapat mendahului takdir.

Langit bergemuruh, awan menumpahkan tangis. Kukembangkan payung warna jingga, lantas mengusap rambut coklatmu yang wangi dan lembut. Sudut matamu basah. Bukan karena hujan, tapi karena keengganan untuk pergi.

Aku tahu kita sama-sama tak menghendaki perpisahan. Tapi ini tak selamanya, sayang. Lima tahun lagi, kita akan berjumpa di sini. Dengan banyak cerita baru tentang pencapaian mimpi-mimpi. Dengan dua cangkir teh hangat dan dua pasang mata yang saling menatap dalam senyum. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Karena dengan Membaca, Kita Bisa Melihat Dunia





Saya mencintai buku. Amat cinta. Buku yang rapi tersampul, tersusun berderet-deret di rak/lemari, selalu menimbulkan perasaan tentram. Ah, dan satu lagi, aroma buku. Dengan hanya membaui buku, saya tahu mana buku yang baru dibeli, mana buku yang belum lama dibeli, juga buku yang sudah lama sekali disimpan pemiliknya. Barangkali salah satu unsur romantisme dari membaca buku terletak pada aroma yang saya maksudkan tadi.

Saya mencintai buku. Dan selalu, selalu ada keinginan kuat di dalam hati untuk membuat masyarakat mencintai buku juga, mencintai kegiatan membaca. Rasanya begitu bahagia setiap melihat para orang tua membawa anak-anaknya ke toko buku di akhir pekan. Seperti itulah seharusnya. Orang tua menanamkan bibit-bibit yang baik kepada anak, membiasakan anak untuk gemar membaca sehingga membaca bukan lagi suatu keharusan, tapi kebutuhan mendasar seperti halnya makan, mandi, beribadah.

Saya memimpikan sebuah dunia di mana perpustakaan bertebaran di mana-mana, anak-anak lebih suka membaca buku daripada bermain game atau menonton film, dan generasi kita tumbuh cerdas, pandai menulis, kritis, dan analitis. Semua dapat terwujud jika saja kita gemar membaca, bukan malah berlama-lama di depan tivi/laptop menonton drama-drama Korea cengeng.  Sudah saatnya kita berhenti menjadi generasi mellow yang hobinya galau. Generasi kita sudah terlampau melankolis akibat konsumsi berlebih akan tontonan-tontonan yang membuat mewek.

Mari budayakan membaca dan kurangi menonton tivi atau tayangan-tayangan yang tidak edukatif. Karena dengan membaca, kita bisa melihat dunia :) 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Birokrasi atau Borokisasi




Birokrasi, tak ubahnya partai politik. Sama-sama busuk. Keduanya bisa jadi memiliki wajah sendiri-sendiri, tapi pada akhirnya membuat saya lebih dari mengerti untuk kemudian mengobarkan api kebencian. Ah ralat. Barangkali terlalu ekstrim menggunakan terminologi benci. Maka saya ganti saja dengan kata muak. Ya, karena saya sangat muak pada segala sistem yang membuat saya mau tidak mau harus tunduk dan bertekuk lutut. Ujung-ujungnya tanpa bisa bernego dengan bagian diri saya yang lain, saya mendadak jadi hipokrit.

Melansir kata-kata Faisal Basri, jika birokrasi diumpamakan sebagai ikan, maka ia busuk di bagian kepala. Saya sepaham, sebab berkecimpung sebagai salah satu anak magang di instansi pemerintahan membuat saya disadarkan, akan selalu ada permainan kotor yang dimainkan para pemegang kuasa. Dan kita sebagai ekor, hanya bisa mengikuti apa yang kepala perintahkan sembari menahan keinginan untuk memberontak. Dilematis memang.

Demi Tuhan, begitu banyak permainan-permainan lucu yang dimainkan dengan apik oleh para aktor pemerintahan. Sungguh saya lelah menjadi penonton. Bagaimana jika suatu saat nanti saya bosan dan memilih mengganti channel? Atau memutar haluan kapal? Atau muncul tiba-tiba sebagai spider (wo)man? Entahlah, saya hanya belum bisa memutuskan. 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pilih Bumi atau Elysium?


Bumi di tahun 2154 sudah tidak layak huni. Polusi, sampah, penyakit dan kemiskinan menjadi lingkaran setan yang tidak bisa dihindari. Kekacauan di mana-mana, sehingga semua orang mendamba tempat indah penuh kemakmuran di luar planet ini. Sebuah tempat bernama Elysium yang sayangnya hanya bisa dihuni oleh orang-orang dengan kelas sosial tinggi. Pemerintah melarang para imigran atau warga miskin untuk keluar dari bumi menuju Elysium.




Dua anak kecil, Max dan Frey, berjanji kelak akan bersama-sama ke Elysium setelah bisa mengumpulkan banyak uang. Namun mimpi hanya tinggal mimpi, sebab Max berangkat dewasa menghadapi kehidupan yang keras dan sulit. Pekerjaan berisiko di pabrik membuatnya terkena radiasi dan ironisnya hanya bisa bertahan hidup 5 hari lagi. Dengan cara apapun, Max harus ke Elysium untuk mendapatkan pengobatan.

Di sinilah cerita menjadi seru dan penonton mulai menahan napas. Kejadian demi kejadian tidak mengenakkan mengalir dengan cepat. Max yang setengah sekarat dan janjinya yang belum ia tunaikan kepada Frey menjadi kombinasi yang mengantarkannya menjadi penyusup dengan identitas palsu di Elysium. Misi Max tidak hanya untuk menyelamatkan nyawanya di situ, tapi juga terselip misi kemanusiaan untuk menyamakan hak antara warga bumi dan warga Elysium yang sangat bertolak belakang.

Pendapat saya:
Film bergenre science fiction ini semakin mencabik-cabik hati saya melihat kondisi bumi di 2154 yang kacau balau dan kotor. Gila aja gitu lingkungan yang berdebu, anak-anak yang dekil, sampah yang menggunung, bangunan-bangunan tak terurus, dan kekacauan di mana-mana, siapa juga yang gak gregetan? Max (Matt Damon) hadir untuk ngasih kita pelajaran bahwa kita kudu mencintai bumi mulai dari sekarang kalo gak pengen bumi semenjijikan di tahun 2154 itu. Dan tentu saja di tengah-tengah kesulitannya Max masih sempat berjuang untuk kemanusiaan dengan menyetarakan hak penduduk bumi dengan penduduk Elysium. Max yang lagi sekarat aja peduli, trus kita yang sehat walafiat ini udah ngelakuin apa buat bumi dan orang lain?

Karena itu mari wariskan bumi yang nyaman dan layak huni untuk anak cucu nanti. Jangan buang sampah sembarangan, jangan ngerusak hutan, gunain produk-produk yang ramah lingkungan, dan tentunya hemat energi donk. Kalo bukan kita yang merawat bumi ya siapa lagi kan?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS