RSS

Tuhan, Engkau di mana?


Ini sudah batang rokok ketiga. Kuhirup dalam-dalam racun itu. kubiarkan asap-asap jahat memenuhi rongga paru-paruku. Aku tak  peduli lagi tentang racauan manusia. Mereka semua sampah! Sampah yang dibalut oleh dasi-dasi mahal. Sampah yang terbungkus lipstik tebal buatan Amerika.

Tahukah kawan? Sudah lama kupertanyakan keberadaan Tuhan. Dia di mana? Barangkali kini sedang sembunyi. Sembunyi dan menertawakan kemalanganku dari atas singgasana-Nya. Sebab jika Dia ada, mana pernah dibiarkan-Nya bangsa ini carut-marut dalam kebobrokan yang bau nanah. Tuhan, kenapa Engkau tak datang?

Lihatlah.. Di kampus-kampus mahasiswa sibuk bicara soal moral. Para guru berbusa-busa mendengungkan Pancasila dan nilai-nilai luhur. Para petani bercucur peluh memperjuangkan ketahanan pangan dalam negeri. Namun tengoklah para pejabat yang menggelapkan pajak.  Para anggota legislatif dengan ijazah S2 palsu. Bayi-bayi yang disewa demi sandiwara pengemis jalanan. Para penegak hukum yang bersekongkol demi sebiji-dua biji rumah dan mobil mewah. Kejahatan-kejahatan dibiarkan lewat. Orang-orang baik nan bersih hidup dalam teror para koruptor. Maka ke mana perginya Tuhan? Ke mana perginya budi pekerti luhur yang pernah dijunjung oleh para pendahulu kita?

Kutandaskan batang rokok keempatku. Jam di tanganku menunjukkan pukul satu dini hari. Teras motel kini diperciki gerimis. Aku masih asik duduk dengan seribu satu pertanyaan tentang hidup. Sementara cardigan tipis yang menutupi tubuhku tak cukup untuk mengusir hawa dingin. Sebuah truk merapat. Pria yang kutunggu datang. Kumis lebat, rambut beruban. Bau kulinya mengganggu penciumanku.

“Tiga ratus.” Katanya merayuku. Kumisnya hinggap di pipi kiriku.
“aku butuh uang. Lima ratus atau tidak sama sekali.” Sahutku dingin.

Ia mengiyakan. Kami masuk dalam bilik mungil. Seluruh benang yang melingkupi tubuhku tanggal. Dalam sejam pria paruh baya itu tumbang. Esok paginya ia melemparkan sepuluh lembar uang lima puluh ribuan ke wajahku. Ia berlalu. Aku bersorak dalam hati. Udin.. Uya.. Siang ini kalian akan punya seragam sekolah baru.

Beginilah.. Hidupku adalah penggadaian akan harga diri demi pendidikan adik-adikku. Jadi tak mengapa jika kukorbankan. Toh hidup memang tak pernah adil. Tak pernah. Lalu aku mendadak benci pada agama. Pada orang-orang berjilbab yang berkelakuan busuk. Aku pun benci pada negara. Pada ketidakbecusan pemerintah dalam mengurusi orang-orang susah seperti kami.

Maka Tuhan, Engkau di mana? Sebelah hatiku menjerit dalam tangis. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment