Aku pernah mensyukuri hari-hari yang
telah kita lewati dalam enam tahun kebersamaan. Aku pernah mencintaimu dengan
amat dalam, sungguh teramat dalam. Aku pernah yakin bahwa kamulah rumah tempat
aku seharusnya berpulang. Kamulah orang yang akan mengiringi perjalanan
jatuh-bangunku, susah-senangku. Bersamamu segalanya terasa mungkin. Tapi ternyata,
pagi ini aku terbangun dan disadarkan bahwa cinta punya batas kadaluarsa. Maka
hari ini kuputuskan untuk berhenti mencintaimu. Aku memilih berhenti bukan
karena kamu tak baik, atau karena aku yang merasa tak lagi pantas menjadi yang
di sampingmu. Bukan karena itu. Aku hanya lelah menanti, lelah bersabar. Aku bahkan
terlalu lelah mendengar kalimat-kalimat pengharapan bahwa kamu sungguh
menginginkan aku untuk ada di masa depanmu, sementara kamu sendiri tidak
memperjuangkan apa-apa untuk kita.
Barangkali jodoh kita sudah
berakhir. Tapi sungguh aku tak akan benar-benar mencoba untuk melupakanmu. Takkan
pernah. Aku akan tetap mengenangmu dalam senyum terkembang, tetap akan
menyimpanmu dalam ingatan-ingatan baik. Bagaimanapun juga, kamu pernah indah bagiku.
Kamu pernah menjadi orang yang ingin aku bahagiakan semampuku, orang yang
selalu aku sebut namanya dalam penghujung doa-doaku. Maka terima kasih atas
hari-hari penuh tawa di belakang. Terima kasih telah menjagaku,
mengkhawatirkanku, memanjakanku, membuatku merasa cantik. Tak mudah sungguh
untuk mengucapkan kata-kata seperih ini. Aku pun terluka, sama sakitnya
sepertimu. Tapi yakinlah waktu akan menyembuhkan hati yang berdarah.
Selepas ini, aku percaya akan ada
seseorang yang mau mencintaimu sedalam aku. Pun barangkali lebih dalam dari
yang pernah aku lakukan. Kamu lucu, baik, setia, tak banyak menuntut. Tak sulit
bagimu untuk menemukan seseorang yang lebih segalanya dariku. Sekali lagi
terima kasih untuk mengajarkanku bagaimana cara mengasihi..
Berdirilah dengan tegak. Berhenti
melihat ke belakang. Lalu fokuslah pada apapun yang jadi tujuanmu.
0 comments:
Post a Comment