Pagi yang menghangat di tahun itu. musim hujan belum mulai
mengetuk. Aku berdiri dengan ransel di pelataran bandara menanti jemputan. Di
sana, seseorang bergerak ke arahku, menyalamiku dengan dingin lalu menyebut
sepotong nama yang belum pernah kudengar sebelumnya. Di perjalanan, dia tak
banyak bicara kecuali jika kutanya. Singkat. Acuh tak acuh. Mengesalkan. Hanya
itu yang dapat aku gambarkan. Setelahnya, aku tak pernah tahu jika perempuan
ini nantinya akan menjadi pusat dari tata suryaku. Dialah inti. Medan magnet
yang selalu menarikku untuk pulang padanya. Cinta telah menyeretku dengan
caranya yang paling tidak masuk akal. Dan anehnya, aku justru menyukai setiap
permainan dan kejutan manis yang ia bawa..
Pagi yang berbeda di beberapa tahun setelahnya. Aku
melihatnya berbalut gaun keperakan, warna yang persis sama dengan apa yang
kukenakan. Dia tersenyum dalam bingkai lipstik merah muda yang elegan sekaligus
manis tak terperi. Aku menghampirinya, mengusap lembut kepalanya sebab aku
telah berjanji di hadapan Tuhan untuk selalu memperlakukannya dengan baik. Aku
tak pernah tahu bagaimana aku bisa ada di sini, atau bagaimana bisa hatiku
ditautkan dengan hatinya sedang kita adalah dua kutub yang sama sekali berbeda.
Yang aku tahu dan yakini, Tuhan telah mempercayakan aku
untuk menjaga sepotong hati dengan penuh kehati-hatian. Hati yang mudah rapuh
sehingga harus selalu aku lindungi. Hati yang juga amat lembut yang selalu
memberiku limpahan cinta dan rasa bahagia.
Alhamdulillah, hari itu dia mau menjemputku. Dan giliran
hari ini, aku yang datang menjemputnya.
0 comments:
Post a Comment