RSS

Nanar



Senja ini, ketika matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara
Tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian,
menghadapi yang tanda tanya
tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah, dan hadapilah”

dan antara ransel-ransel kosong
dan api unggun yang membara
aku terima itu semua
melampaui batas-batas hutanmu,
melampaui batas-batas jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

***

Kangen sekali padamu, Soe Hok Gie. Saya bahkan tak pernah bersua atau bertatap muka. Tapi saya kangen kehadiranmu di tengah-tengah kami, di tengah-tengah bangsa Indonesia. Saya rindu akan semangat dan idealisme yang berkobar-kobar semasa kau hidup. Seandainya kau masih ada, bagaimana pendapatmu tentang Indonesia dewasa ini?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengigau



Ketika menulis ini, saya sedang rehat sejenak dari pekerjaan besar yang sudah beberapa hari ini saya tekuni. Saya punya sebuah project yang saya targetkan akan kelar satu bulan lagi. Saya sangat lelah jujur saja. Tapi ketika melihat hujan yang reda dan matahari tampak muncul malu-malu, sinarnya meradiasi energi berlipat ganda ke dalam jiwa saya, dan itu membuat saya semangat lagi.

Ketika menulis ini, saya memang sedang memikirkan hujan. Pernah beberapa kali saya katakan bahwa saya mencintai hujan. Amat cinta. Hanya saja jika ia turun di siang hari dan melelapkan tidur saya. Atau bolehlah ia turun di sore hari menemani ritual minum teh yang sepi. Deminya akan saya putarkan kompilasi lagu jazz on a rainy afternoon. Paduan yang amat memikat.

Tapi saya kesal jika ia membuat saya basah di waktu saya sedang tak menginginkannya. Ketika ia mengacaukan janji yang sudah saya buat jauh-jauh hari. Andai saya boleh berandai-andai, maka saya ingin hujan hanya turun di saat saya sedang mellow. Supaya hidup bisa saya buat lebih dramatis.

Lalu tentang Jakarta. Ada banyak sekali mimpi yang saya titipkan di kota ini. Saya seperti tengah berdiri di ujung garis waktu, menunggu entah apa. Kadang saya merasa hidup itu seperti sesendok gula yang begitu cepat melarut di dalam cangkir kopi. Di lain sisi, hidup juga seumpama kereta yang tak kunjung tiba dari Surabaya. Saya merasa sangat lama. Dan saya bosan.

Seringnya saya bertanya hidup ini untuk apa. Saya merasa hanya melanjutkan perjuangan nenek moyang yang hidup di zaman dulu. Jika saya tak pernah diciptakan menjadi manusia, mungkinkah saat ini saya adalah seekor ayam yang sedang menunggu untuk disembelih? Saya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi seekor binatang. Babi sekalipun.

Saya biasa mencuri dengar pembicaraan teman-teman yang sangat agamis. Bahwa hiduplah sebaik-baiknya agar kelak bisa menyicipi surga-Nya. Tidak terlalu tepat redaksi kalimat yang saya pilih, tapi kira-kira seperti itulah maksudnya. Maafkan saya jika tak pandai berkata-kata.

Jika orang-orang begitu menginginkan surga selepas mereka mati, maka itu urusan mereka. Saya tak terlalu menginginkannya. Jauh di atas segalanya, saya hanya menginginkan pertemuan dengan Tuhan. Itu saja. Karena saya rindu. Pada-Nya ada banyak sekali pertanyaan yang berkelebat di kepala dan ingin saya utarakan.

Semoga diberi kesempatan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bocah Pesisir



Kamu, bocah pesisir dengan tubuh ringkih, kurus kering.
Rambutmu kemerahan, kaku dan bau matahari.
Pukul sembilan pagi di pasar ikan, tanpa gengsi kau obral hasil tangkapanmu.

Kamu, lelaki nadir yang menggadaikan seluruh kesenangan untuk hidup yang tak mengenal kompromi.
Hanya demi sekolah yang bagimu tak ubahnya barang mewah.

Kamu yang kebal rasa bosan.
Yang sakit bagimu hanyalah sejumput ilusi bagi orang-orang pemalas.
Garis wajahmu tegas, khas remaja yang masa kecilnya dibalut dengan kerja keras.

Pada kulit legammu, terpahat sajak-sajak kemiskinan.
Namun hidup bagimu adalah sekedar lelucon.
Maka tertawakan saja kesulitan yang datang.

Di sini,
dari balik toko kelontong milik bapakku, aku belajar mengikhlaskan takdir.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Brownies untuk kamu yang manis



Beberapa waktu lalu di momen tahun baru, saya nyoba-nyoba bikin kue yang rasanya sangat menggoda iman dan takwa insan di dunia. Tanpa bermaksud berbangga diri (padahal sih sesumbarnya bukan main), saya dengan sakses membuat seloyang gede brownies kukus.

Kenapa brownies kukus? Karena menurut hemat saya, brownies kukus itu lebih cepet matangnya, lebih lembut teksturnya, dan lebih hangat kasih sayangnya (?). Boleh juga sih dibakar di oven, tapi bakalan lebih lama nunggunya padahal lidah udah menjulur-julur gak sabar macam anjing ngeliat tulang.

Resepnya sih saya searching di google dengan sedikit modifikasi. Hehe. Pokonya niat saya bikin brownies yang persis enak kaya brownies Amanda. Dan gampang banget kalo kamu pengen nyobain, pemirsah. Bolelebo loh buat bikin surprise ultah ke orang-orang terkasih. Tsiaah..

Daripada bertele-tele langsung cek dan ricek aja nih cara bikinnya.


Bahannya:

450 gr gula pasir
250 gr tepung terigu
12 butir telur
1 sdt ovalet
100 gr cokelat bubuk
200 gr dark cooking chocolate, tim sampai meleleh.
150 ml susu kental manis cokelat
150 ml minyak goreng

Cara membuat:

  1. Siapkan loyang ukuran 25 cm x 25 cm (atau yang mirip-mirip kaya gitu lah) yang sudah diolesi dengan mentega dan ditaburi dengan tepung terigu.
  2. Siapkan kukusan, penutupnya dibungkus dengan kain. Ini biar uap air diserap ke kain dan gak jatuh kena kuenya.
  3. Persiapkan bahan. Kocok telur dan gula pasir sampai mengembang lalu campurkan ovalet. Kocok sampai putih.
  4. Cokelat bubuk dan  terigu dicampur jadi satu dan aduk rata.
  5. Bahan yang sudah dikocok tadi dimasukkan pelan-pelan ke dalam campuran cokelat bubuk dan terigu. Aduk-aduk sampai semuanya tercampur rata. Gak usah pake mixer. Aduk biasa aja.
  6. Dark cooking chocolate yang sudah ditim dicampur dengan minyak goreng dan susu kental manis coklat. Masukkan cairan tersebut ke dalam adonan. Aduk sampai adonan tercampur rata.
  7. Bagi adonan jadi tiga bagian. Adonan A, B dan C.
  8. Adonan B ditambahkan sedikit susu kental manis cokelat. Dikira-kira aja sesuai selera.
  9. Tuang adonan A ke loyang. Kukus kira-kira 10-15 menit sampai permukaannya kering.
  10. Tuang adonan B di atas adonan A yang sudah kering. kukus lagi dengan durasi waktu yang sama sampai kering.
  11. Terakhir tuang lagi adonan C di atas adonan B dan biarkan 20-30 menit. Angkat.
  12. Udah, segitu aja.


Gambar minjem sama om google ;)



Gampang kan bikinnya? Peluang gagalnya juga kecil. Ada kali 0,000000001 (ngasal). Pokonya yang penting berani mencoba. Masak itu gak susah, percaya deh. 

Happy Cooking!


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hello, 2013



Saya sudah siap di depan komputer sejak lepas magrib. Tapi tak ada satupun dari sekian banyak kata yang dapat saya pilih untuk memulai tulisan ini. Saya bisa saja menulis apapun. Romansa langit sore, resolusi tahun baru, kisah cinta selebriti, anak menteri, angka kemiskinan, inflasi, gubernur DKI Jakarta, atau apa saja yang saya mau. Tapi saya kini buntu.

Di tivi, masih saja heboh soal Angelina Sondakh, soal hambalang yang menyeret nama Alifian Mallarangeng, soal century yang selalu dikait-kaitkan dengan wapres kita, Boediono. Ada juga soal Abu Rizal Bakrie, dan yang menggelikan tentu saja Rhoma Irama, keduanya berkoar-koar mencalonkan diri sebagai presiden di 2014. Mereka, orang-orang yang menurut saya tidak punya kompetensi. Tapi yah, siapa saja boleh jadi presiden kok. Penyanyi dangdut sekalipun. *goyang duluuu*

Menapak tilas perpolitikan di Indonesia seperti membaca dongeng negeri sihir. Maka apapun bisa terjadi jika kamu punya tongkat sihir. Well, politisi di negeri ini adalah penyihir-penyihir sakti. Dan hukum yang berlaku adalah serupa sapu terbang yang bisa kamu tunggangi sesuka-suka hatimu. Maka jangan heran jika penjahat narkoba bisa mendapatkan grasi, koruptor bisa creambath dan meni-pedi dengan nyaman di dalam penjara ber-AC, dan seorang nenek-nenek pencuri piring bisa diberi hukuman yang sangat WOW dan tidak setimpal. Sekali lagi, apapun bisa terjadi dengan mantra abrakadabra!

Jangan pernah tanyakan soal keadilan. Sebentar lagi kata itu akan terhapus dari kamus-kamus bahasa Indonesia. Politik, di zaman apapun ia hidup, ia akan selalu menjadi barang kotor. Melihat negeri sendiri yang carut-marut seperti ini selalu menimbulkan perasaan yang kontradiktif. Kita mungkin akan tertawa geli sekaligus menangis meratapi.

Hal mengherankan lainnya adalah wacana seorang penjahat yang pernah memimpin negeri ini selama lebih dari tiga dekade akan diangkat menjadi pahlawan nasional. Siapa yang tidak gemas? Lalu ada pula para pelajar songong yang hobi tawuran dan mendefinisikan kekerenan dengan banyaknya batang rokok yang dihisap. Tidak kalah ajaib adalah aparat kita yang seperti terkena penyakit gila: memperkosa, mengkonsumsi narkoba, juga mencuri beha. Gemar benar bangsa kita memproduksi kejahatan dan kekonyolan.

Kita boleh pesimis melihat keadaan Indonesia, tapi jangan menutup mata karena masih ada orang-orang yang dengan sepenuh hati menorehkan prestasi untuk mengukir sepotong kebanggaan bagi negeri. Kita punya pelajar SD dari Kediri yang menang lomba robotik. Kita punya mahasiswa-mahasiswa cerdas dari ITB, UI, UGM, IPB yang kini tengah belajar keras untuk membuat Indonesia tersenyum. Kita punya atlet angkat besi yang mendapatkan medali di olimpiade london. Kita punya Chris John, kita punya Cinta Laura yang bercita-cita menjadi sehebat Sri Mulyani. Kita punya banyak Habibie-habibie muda yang kini tengah sibuk dengan buku-buku tebalnya. Kita punya petugas cleaning service yang jujur dan santun. Kita masih punya orang-orang bersih dan baik yang –hanya saja- jarang dijamah oleh media. Berita tentang kebobrokan jauh lebih komersil.

Saya telah bertemu dengan banyak orang yang acuh tak acuh terhadap politik. Tapi saya tak bisa begitu. Kita hidup dalam sebuah negara, pastilah politik menjadi suatu barang konsumsi. Kita boleh abstain dan masa bodoh, tapi dengan begitu justru kita akan lebih mudah dibodohi oleh mereka yang lebih tahu. Karena itu saya suka politik, meski hanya sebagai pengamatnya saja. Saya percaya dengan melek politik, dengan selalu memantau perkembangan para pemimpin dan wakil rakyat, kita mengerti kemana dan bagaimana uang-uang yang kita gelontorkan dari membayar pajak itu tersalurkan.

Ah, saya lelah bercerita.

Agar terkesan ilmiah seperti halnya tugas akhir, biar saya simpulkan dan beri saran. Kesimpulan: saya sotoy. Saran: jangan kebanyakan nonton tivi. Hehe..

Bagaimanapun cacatnya negara ini, mari pelan-pelan kita perbaiki dengan menorehkan prestasi. Dengan belajar dari masa lalu dan bekerja keras untuk masa depan. Karena seperti dua kata dari Dahlan Iskan tentang Indonesia: Pasti maju!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS