RSS

Perjalanan


Awan putih selembut kapas berarak rapi, menggantung manis di mega bernama angkasa. Ia pongah, tak peduli padaku yang memandangnya takjub dari balik jendela mobil. Kubayangkan awan-awan gendut nan bergumpal-gumpal itu serupa pijakan tangga, menuju sebuah tempat antah-berantah yang orang-orang sebut surga.

Air laut sedang pasang, anginnya memainkan ujung-ujung rambutku. Menggoda ingatanku pada usia entah tujuh atau delapan, ketika aku sering menerjunkan diri ke dalam riak airnya, bergembira bersama para kawan.

Laut begitu tenang ditimpa sinar matahari pukul tiga siang. Permukaannya berpijar-pijar seperti kilau permata yang ditaburkan dewi-dewi utusan Tuhan. Dan di sana, nampak lima-enam perahu mengapung-apung manis, seolah tengah beristirahat selepas melakukan perjalanan-perjalanan melelahkan.

Bocah-bocah pesisir berambut keriting nampak riang mengejar-ngejar bola plastik murahan. Mereka tertawa, memperlihatkan karis-karis di gigi susunya. Begitu bahagia menikmati kehidupan desa yang sederhana, yang minim fasilitas -kata orang Jakarta-.

Maka bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta pada tempat ini? Sedang aku terus-terusan dibuat takjub pada cara Tuhan meng-indah-kan bumi di bawah langkah kakiku. 



Ah, tapi sungguh aku lebih jatuh cinta pada senyum ibuku. Pada wangi tubuhnya yang sering kudekap dalam rindu. Pada sosoknya yang selalu melepasku di halaman rumah ketika aku hendak berperjalanan lagi. Maka kini, aku hanya ingin pulang.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS