RSS

I Swear I Won't Cry



Sudah dua minggu berlalu dari tanggal 10 April. Di sinilah saya sekarang. Menyapa dunia dari tempat berbeda, di sebuah pulau kecil bernama Kei. Sebutlah begitu. Oh, tenang kawan. Ini masih di Indonesia. Dan anggap saja saya sedang berlibur, meskipun dalam jangka waktu lima tahun, tujuh tahun, atau mungkin sepuluh tahun? Hiks.

Baiklah, saya harus jujur. Saya merasa asing di sini. Dan keterasingan ini menyetir hati saya untuk merasakan segumpal perasaan gak enak. Rindu, misalnya. Pada teman gila-gilaan waktu di asrama pusdiklat. Pada para sahabat. Pada pacar yang udah nemenin saya selama… *ngitungdulu* hampir lima taon. Rindu mama di rumah. Rindu ngelondri baju. Rindu hal-hal gak penting yang bikin garis keriput di mata saya sepertinya makin menumpuk. Dan daftar hal yang saya benci di dunia ini bertambah satu. Iya, saya benci merasa asing.

Saya jadi inget pas malam sebelum tanggal 10, temen-temen saya nangis bombay melepas satu sama lain. Maklumlah, kita diutus sama negara untuk mengembara ke daerah-daerah pedalaman. Entah kapan bisa ketemu lagi, makanya hanya bisa berharap masing-masing dari kita mampu bertahan hidup dan gak dimakan sama binatang buas. *superlebay*

Dan tiba saatnya melepaskan, saya cuma berusaha untuk ngelawak garing dan ketawa-ketawa gak penting. Saya gak pengen nangis. Walopun sebenarnya dalam hati udah kacau-balau, tapi apa boleh buat. Saya menganut prinsip kalo nangis dilihat orang itu amatlah tidak keren. Dan saya pantang berbuat hal-hal tidak keren. Eh tapi taunya pas duduk bengong dalam pesawat yang membawa saya dari Jakarta ke Ambon, mata saya berair juga. Dikit sih. Lalu lagu westlife menyundul-nyundul pikiran saya.

This isn’t goodbye
Even as I watch you leave
This isn’t goodbye
I swear I won’t cry

Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa :'( :'( :'(

Semoga kita akan selalu baik-baik saja, sejauh apapun kaki kita melangkah, di belahan bumi manapun kita berada. Dunia sedang membutuhkan kita untuk membuat perubahan. Masyarakat membutuhkan kita. Daerah-daerah terpencil memerlukan orang-orang seperti kita. Maka hiduplah dengan memberikan sebanyak-banyaknya arti bagi kehidupan, bagi kemanusiaan. Dan seperti yang Paulo Coelho katakan, pengembaraan akan mengantarkan kita menuju jalan pulang. Percaya itu!!




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tuhan, Engkau di mana?


Ini sudah batang rokok ketiga. Kuhirup dalam-dalam racun itu. kubiarkan asap-asap jahat memenuhi rongga paru-paruku. Aku tak  peduli lagi tentang racauan manusia. Mereka semua sampah! Sampah yang dibalut oleh dasi-dasi mahal. Sampah yang terbungkus lipstik tebal buatan Amerika.

Tahukah kawan? Sudah lama kupertanyakan keberadaan Tuhan. Dia di mana? Barangkali kini sedang sembunyi. Sembunyi dan menertawakan kemalanganku dari atas singgasana-Nya. Sebab jika Dia ada, mana pernah dibiarkan-Nya bangsa ini carut-marut dalam kebobrokan yang bau nanah. Tuhan, kenapa Engkau tak datang?

Lihatlah.. Di kampus-kampus mahasiswa sibuk bicara soal moral. Para guru berbusa-busa mendengungkan Pancasila dan nilai-nilai luhur. Para petani bercucur peluh memperjuangkan ketahanan pangan dalam negeri. Namun tengoklah para pejabat yang menggelapkan pajak.  Para anggota legislatif dengan ijazah S2 palsu. Bayi-bayi yang disewa demi sandiwara pengemis jalanan. Para penegak hukum yang bersekongkol demi sebiji-dua biji rumah dan mobil mewah. Kejahatan-kejahatan dibiarkan lewat. Orang-orang baik nan bersih hidup dalam teror para koruptor. Maka ke mana perginya Tuhan? Ke mana perginya budi pekerti luhur yang pernah dijunjung oleh para pendahulu kita?

Kutandaskan batang rokok keempatku. Jam di tanganku menunjukkan pukul satu dini hari. Teras motel kini diperciki gerimis. Aku masih asik duduk dengan seribu satu pertanyaan tentang hidup. Sementara cardigan tipis yang menutupi tubuhku tak cukup untuk mengusir hawa dingin. Sebuah truk merapat. Pria yang kutunggu datang. Kumis lebat, rambut beruban. Bau kulinya mengganggu penciumanku.

“Tiga ratus.” Katanya merayuku. Kumisnya hinggap di pipi kiriku.
“aku butuh uang. Lima ratus atau tidak sama sekali.” Sahutku dingin.

Ia mengiyakan. Kami masuk dalam bilik mungil. Seluruh benang yang melingkupi tubuhku tanggal. Dalam sejam pria paruh baya itu tumbang. Esok paginya ia melemparkan sepuluh lembar uang lima puluh ribuan ke wajahku. Ia berlalu. Aku bersorak dalam hati. Udin.. Uya.. Siang ini kalian akan punya seragam sekolah baru.

Beginilah.. Hidupku adalah penggadaian akan harga diri demi pendidikan adik-adikku. Jadi tak mengapa jika kukorbankan. Toh hidup memang tak pernah adil. Tak pernah. Lalu aku mendadak benci pada agama. Pada orang-orang berjilbab yang berkelakuan busuk. Aku pun benci pada negara. Pada ketidakbecusan pemerintah dalam mengurusi orang-orang susah seperti kami.

Maka Tuhan, Engkau di mana? Sebelah hatiku menjerit dalam tangis. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pusdiklat, I'm in Love



Mana pernah saya bayangin kehidupan di asrama bisa jadi demikian indahnya? Ngejalanin kegiatan dari subuh hingga magrib dengan jadwal super padat, tugas-tugas kelompok dan diskusi, latihan baris-berbaris dan bela diri. Sungguh tadinya saya mikir hidup saya bakalan kaya zombie. Saya bakalan eneg dan bosen. Tapi, siapa sangka?

Waktu menelan tiga minggu dengan teramat cepat. Dan saya malah dirundung haru begitu harus ninggalin asrama. Padahal saya sudah dibuat jatuh cinta pada rutinitas di sana. Cinta pada kehidupan yang serba teratur.  Cinta pada persahabatan yang manis. Cinta pada rasa kantuk di siang hari. Cinta pada omelan-omelan instruktur PBB yang terkadang menggelikan. Cinta pada setiap ajaran baik yang ditanamkan para pengajar ke dalam hati kami. Cinta pada setiap harapan yang mereka embankan di pundak kami, pada doa-doa kecil yang mengharapkan kami menjadi agen perubahan bangsa ini. Sungguh saya teramat cinta.


Angkatan 71 in classroom


Geng Raja Judi jadi juara (Ully, Elvy, Sri, Mamas, Gita, Cynthia)


Bego-begoan di koridor asrama lantai 3


Kelompok Shiro yang forever loser dalam setiap perlombaan



Dan terkadang rutinitas itu seperti mengandung bisa. Ia adalah candu yang bikin kita pengen selalu mengulang-ulang bagian tertentu. Membuat kita rindu, selalu rindu, pada bagian-bagian indah yang kita-tau-pasti tidak akan pernah bisa terulang lagi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS