RSS

Berhentilah!


Saya selalu gagal paham dengan orang2 yang mengejar kelimpahan dan tak pernah merasa puas dengan pendapatannya. Oke, saya akui semua orang butuh duit, butuh hiburan, butuh sesekali menjadi konsumtif. Pun butuh menabung, butuh memanjakan diri, dan lebih jauh dari itu, butuh menunjukkan pada orang2 yang dikasihinya bahwa ia mapan, bahwa ia bisa diandalkan. Itu manusiawi.

Namun, hal yang tak bisa saya mengerti adalah, bagaimana bisa seseorang rela melakukan apa saja, sekali lagi saya ulangi, APA SAJA, demi mendapatkan uang tak seberapa lalu mengorbankan berkat yang selama ini dia miliki secara tak sadar. Klasik memang, jika saya harus bilang kalo uang bukanlah segalanya. Toh saya pun bekerja demi itu. Tapi sungguh, ada hal2 sederhana yang bisa membahagiakan kita (atau hanya saya?) tanpa perlu mengaitkannya dgn materi.

Saya telah berjalan sejauh ini dan merasakan jatuh bangun kehidupan untuk kemudian mengatakan bahwa kelimpahan bukanlah satu2nya hal yang perlu kita kejar. Saya tak ingin bilang bahwa saya pernah menjadi orang paling malang dan miskin, lalu semua orang harus berempati. Lalu semua orang saya paksa utk mengerti. Bahwa ternyata, saya tetap bahagia dan saya merasa tak semenyedihkan itu. Maka siapapun di luar sana harus belajar banyak dari saya. Tidak begitu! Yang ingin saya sampaikan adalah, kita bisa merasa kaya dan berkecukupan jika kita berhenti membandingkan hidup dgn orang lain. Dgn santai dan tak gusar melihat pencapaian orang lain, apa2 saja yang sudah mereka miliki sedang kita belum. Berhentilah! Karena kita akan merasa lelah sepanjang hidup.

Saya pernah tinggal di rumah pengungsian selama empat tahun setelah perang antaragama menghancurkan segalanya. Setiap hari kami mengantri di wc umum demi menunaikan hajat. Setiap pulang sekolah, saya disuruh mama ikutan mengantri di sumur untuk mendapatkan air bersih. Kami hidup dalam keadaan tanpa listrik, tanpa hiburan, tanpa banyak cingcong. dan sejak saat itu, saya menjadi anak kelas 4 SD yg dipaksa belajar dewasa utk menguat-nguatkan dirinya sendiri. Betapa semua itu tak mudah. Tapi saya bahagia menjadi saya adanya.

Saya, dan anak2 sebaya yang menjadi korban keegoisan orang dewasa sok agamis, setiap harinya menciptakan kebahagiaan kami sendiri. Kami berenang, bermain tanah liat, berkejaran di bawah guyuran hujan, mengumpulkan botol2 bekas lalu menjualnya ke kapal di dermaga demi mendapatkan beberapa receh rupiah karena kami tak sudi merengek uang jajan ke orang tua. Kami belajar bersama di luar jam sekolah, mengaji di mushala, bermain kartu remi dengan para tentara muda yang biasanya bertugas menjaga perbatasan, lalu diajarkan caranya minum kopi. Betapa saat itu kebahagiaan, bagi seorang elvira kecil, adalah ketika saya berhenti mengasihani diri dan berupaya menciptakan kebahagiaan saya sendiri tanpa adanya embel2 kemewahan ataupun kelimpahan.

Kini, melihat orang2 di sekitar saya yang sibuk berupaya memperkaya diri demi rumah mewah atau mobil, atau demi mendapatkan pengakuan dari entah-siapa, saya merasa semakin asing di dunia yang saya tinggali. Barangkali kini mall, restoran dgn makanan2 yang sulit diucapkan lidah, bioskop dengan efek canggih yang membikin orang kejang, menyekolahkan anak di tempat bergengsi dgn 21 jenis seragam yang dipakai bergantian, rumah dengan kolam renang  raksasa, tivi dengan layar selebar dinding SD inpres, adalah hal2 memukau yang ingin dikejar setiap orang. Dan bahwa KESEDERHANAAN, adalah kata yang hanya tinggal menunggu waktu untuk dihapuskan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Ah, cukuplah bagi mereka. Saya tak ingin menyalahkan siapa2 apalagi mencibir. Biarlah saya, tetaplah sebagaimana saya yang biasanya. Seorang elvira yang mudah dibuat bahagia oleh hal2 kecil. Seperti berboncengan dgn motor butut di bawah rintik gerimis, berdiam diri di pinggir pantai untuk menghirup aroma laut, duduk2 di bawah teduhnya pohon ketapang sembari mengamati bocah2 keriting yang berlarian, bermain congklak di teras rumah, atau dgn sekedar membuat kue rumahan bersama seluruh anggota keluarga di hari minggu siang, sungguh kesemuanya itu adalah kebahagiaan maha besar yg tak akan mau saya tukar dgn uang.

Saya berharap kemanapun kaki saya melangkah, dgn siapapun saya bertemu, sehebat apapun pencapaian karir saya nanti, saya tetaplah si norak yang tak banyak menuntut dan gampang dibahagiakan lewat hal2 kecil. Sekalipun jam tangan kw, sekalipun asesoris murah di abang kloneng2, sekalipun kaos oblong di kaki 5, sekalipun sepatu cuci gudang di toko bata, sekalipun hanya ke pasar malam dan ditraktir gulali. Saya ingin mengajarkan kepada anak2 saya, bahwa kemewahan bukanlah dari semahal apa barang2 yang bisa kita miliki, tapi dari hati yang selalu dipenuhi rasa syukur dan mudah merasa cukup.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cartridge


Semakin dewasa, saya semakin payah menaklukkan hidup. Entah mungkin iman saya yang melemah, atau cobaan yang semakin membabi-buta. Atau mungkin karena saya kini menghadapi semuanya seorang diri. Tak ada mereka yang biasanya ikut mensukseskan kampanye "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing".

Bisa gak sih beban di hati ini saya keluarin kaya sedot wc? Atau sekalian aja saya copot lalu pasang yang baru kaya ganti cartridge printer? Biar saya makin strong buat bertempur.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pertengahan Februari


Gue pengen duduk di pinggir laut seorang diri, mengantar senja pulang, melamunkan hari2 muda kita ketika ada banyak sekali hal yang dgn mudahnya bisa kita ketawain sama2.

Waktu berlalu terlalu cepat di saat gw pengen dia melambat, seenggaknya ketika gw lagi nikmatin saat2 bareng lo. Gw ngerasa kehilangan banyak. Ah, ya. Gw ngetik paragraf ini tepat saat mp3 gw  muterin lagu no more heroes. Pas!! Kejam ya, hidup memperlakukan gw. Gw ngerasa sebatang kara banget. Gak ada lo, hero gw, pahlawan kesiangan gw, orang yang selalu muncul di saat suasana hati gw lagi porak-poranda kaya abis dihantem tsunami.

Kalo gw lagi banyak beban, lo slalu tau apa yang harus dilakuin. Seret gw ke tempat karoke lalu kita teriak2 kaya dikejar setan. Nyanyi seolah pita suara bisa dibeli bebas di pasaran kalo entar dia putus. Atau ke bioskop, nonton film murahan yang gak rekomendid lalu kesel2 sendiri kenapa kita harus nonton itu. Absurd! Tapi apapun hal gila yg gw jalani dan lakuin bareng lo, selalu ada sertifikat yg dibubuhin stempel bahagia di situ. Ok, lo boleh ketawa di bagian ini.

Di dunia ini, gak banyak orang yg bisa ngerti gw. Ngertiin gw secara emosional, ngerti mood gw, ngerti kalo gw suka pura2 kuat doank padahal aslinya rapuh dan gampang jatoh kaya kartu domino yg ditegakin. Ngerti gw yg jalan pikirannya rumit, dan ngerti kalimat apa yg pas diucapin kalo gw udah down. Lo tau? Gw belom bisa nemuin orang yg bisa dgn mudahnya buat gw bangkit dari rasa sedih. Orang yg begitu gampang buat gw terbahak2 di detik setelah gw nangis bombay.

Gw rindu sama lo. Bisa gak sih saat gw lagi menggila sama lo, roda waktu gw sirem pake aer keras biar dia gak usah muter? Biar dia diem aja di situ. Biar dia sirik sama kebahagiaan yg lagi kita bagi bersama. Men, gw gak tau dari tadi gw lagi ngomongin apa. Tapi boleh gak sih malam ini gw nangis sejadi-jadinya di bahu lo?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kasyana

Kamu tahu? Sore ini saya menangis karena rindu. Rindu pada hari2 ketika saya hanya mengenal satu deadline dalam hidup: deadline menyetor tulisan untuk mading. Seperti halnya cinta pertama yang membuat saya selalu bergairah menjemput pagi, maka demikian pula perasaan bahagia yang saya peroleh ketika mengurus mading sekolah. Saya merasa bertenaga, merasa hidup, merasa seperti dijangkiti sindrom orang penting. Maka setiap hari bagi saya adalah menulis, membuat artikel, membaca lebih banyak puisi2 bagus, membuat liputan, lalu lebih jauh dari itu, mengkhayalkan karir gemilang setelah tamat dari sekolah. Sungguh di dalam kepala saya, saya punya gambaran rapi tentang seorang wanita gigih yang mendedikasikan hidupnya utk pekerjaannya di media cetak. Dan wanita itu adalah saya. Saya tak dapat terpejam di malam hari jika mengkhayalkan akan sehebat apa saya di masa depan.

Kini, ketika melihat jauh ke dalam diri saya saat ini, saya berharap dapat memencet satu tombol restart dan mengulang semua dr awal. Telah banyak waktu yang saya habiskan utk menyesali diri. Mengapakah Tuhan menjawab doa saya persis seperti apa yang sama sekali tak pernah saya pinta? Sebegitu tak pantasnyakah saya utk apa yang begitu saya cinta? Saya tersedu-sedan mengenangkan ini semua. Satu2nya karir terbaik dalam hidup saya adalah ketika menjadi pengurus mading. Saya bahagia ketika tulisan saya dibaca, ketika saya menang lomba puisi, ketika beberapa guru memuji makalah ilmiah saya, ketika saya begitu betah sampai sore di sekolah demi mading baru yang harus terbit esok pagi, ketika saya harus menahan gengsi membuat liputan tentang mantan pacar karena doi menang pingpong, ketika banyak cowo2 yang naksir saya dan saat itu saya sadar betapa kerennya saya.

Seperti majapahit dgn segala kemahsyurannya yang pada akhirnya tumbang, kini saya pun sampai pada fase dimana saya hanya dapat mengenangkan masa2 kejayaan saya dengan lelehan air di sudut mata. Saya rindu. Sangat rindu. Andaikan mungkin saya bisa mengulang waktu dan mengejar semua yang menjadi alasan saya utk percaya pada masa depan. Andai saja.. saya sungguh tersiksa menjadi seseorang yang bukan saya. Dan kamu, bukankah kamu berjanji membawa saya pergi?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

I don't get people


Belakangan, hidup menjadi tak lagi mudah untuk dimengerti. Atau barangkali karena hidup tak lagi sesimpel berangkat ke sekolah dan mengerjakan PR lalu bergurau bersama para sahabat. Ada banyak sekali hal-hal yang sulit saya terima. Ada banyak sekali pertanyaan yang menggantung dan tak sempat mendapatkan jawaban. Jika sudah begini, saya mencoba berdamai dengan keadaan. Saya berusaha memahami bahwa tak semua hal di dunia ini harus linier dengan kehendak hati saya. Maka ikhlas, adalah sebenar-benarnya jalan yang pada akhirnya harus saya pilih.


Tak mudah untuk menjadi bagian dari gelombang manusia mayoritas yang mengejar kelimpahan. Saya sering merasa sendiri, terlalu seorang diri, untuk membagi apa-apa yang menjadi buah pikir namun bertentangan dengan paradigma kebanyakan orang. Seperti tak ada yang betul-betul memahami saya. Saya seolah berada dalam sebuah konser musik dimana semua penonton hanyut dalam nyanyian vokalis, sedang hanya saya sendiri yang merasa kesepian dan tak mengerti apa-apa tentang lagu yang dibawakan. Barangkali saya yang terlalu kompleks, atau mungkin justru orang-orang di sekeliling saya yang sulit menyederhanakan hidup. Entahlah..


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Complete


Apapun itu, saya bersyukur kamu ada di sini dan membantu saya melewati masa2 sulit. Saya yg ceroboh dan pelupa, lalu kamu yg teliti dan hati2. Saya yg gampang panik dan suka jejeritan, lalu kamu yg bijak dan selalu menenangkan. Kamu tau? Kamu muncul tiba2 dan membuat neraca hidup saya seimbang. Seolah tadinya saya ganjil, lalu kamu yg menggenapi. Seolah saya masih setengah penuh, lalu kamu isi menjadi utuh.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS