RSS

Berlayar ke Pulau


Jam tangan analog saya bergerak menunjukkan pukul setengah delapan mlm. Ombak bergulung semaunya, langit gelap tanpa petunjuk, sementara perut menjerit minta diisi. Saya hanya membatin memohon perlindungan-Nya. Seandainya saya harus mati, saya cuma ingin mati di atas tempat tidur.

Maka naiklah saya ke atas longboat dengan pikiran tak menentu. Laut sungguhlah penuh amuk. Perjalanan setengah jam dari dusun Mar menuju pulau Geser serasa panjang tak berujung. Di saat2 sulit begini, di musim seperti ini, di tengah putaran arus dan gelombang laut yang membabi-buta dan membuat penumpang basah kuyup, sulit untuk tak mengingat dosa2 dan mengemis belas kasih Tuhan.

Alhamdulillah, saya masih hidup. Dan kini saya percaya hanya orang2 kuatlah yang Tuhan pilih untuk menempuh perjalanan2 sulit lagi berbahaya. Tidakkah saya sebegitu beruntungnya? Diutus negara ke pulau2 terpencil untuk belajar secara langsung tentang makna rasa syukur. Jauh menembus sanubari terdalam saya, memecah keangkuhan diri dan merobohkan sifat2 materialistik. Betapa selama ini saya terlalu sibuk dengan diri sendiri.

Sore ini dalam lalu lalang pengemudi kendaraan yang takut kena razia polantas, saya menyantap sepotong pizza abal2 dari kafe kecil di sebuah kabupaten terbelakang sembari terkenang akan senyum anak2 pesisir yg bau matahari. Saya rindu mereka, atau mungkin hanya sekedar rindu pada kehidupan sederhana yang dengan lapang dada dapat mereka terima seperti mereka menerima ibu2 kandung mereka. Tak peduli bahwa kemiskinan adl hal yg mereka bawa sejak dari dlm rahim. Tak peduli se-cupu apa sistem pendidikan di dusun tempat mereka tinggal. Saya melihat kebahagiaan berlipat2 dari sinar mata anak2 ini, dari renyah tawa yg memperlihatkan deretan karies di gigi susu mereka. Bocah2 ini menerima kesulitan dgn setinggi2nya keikhlasan. Sebuah penerimaan dan kebesaran hati yang ingin sekali saya curi.

Selepas melaksanakan tugas mulia nan menyebalkan ini, saya merasa kulit yg gosong, wajah yg berjerawat, mie instan yg dimakan tiga kali sehari, mandi dan menggosok gigi di air payau ataupun hidup berpindah2 dgn menumpang di rumah2 warga desa bukanlah apa2 dibanding pelajaran moral yg saya dapatkan. Sungguh bukan dusta. Saya bangga bisa menang melawan keterbatasan diri. Saya bangga menjadi elvira yg lebih pemberani, penuh empati, memahami orang lain, tidak cepat mengeluh dan mampu menekan ego. Saya beruntung dan bersyukur telah dipilih Tuhan utk merasakan bermacam2 pengalaman. Saya merasa begitu kaya. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Tuhan tak pernah salah dalam mencurahkan berkat. Terima kasih ya Allah, untuk bulan Agustus yg mendebarkan, penuh tantangan sekaligus sarat akan hikmah dan pembelajaran.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS