RSS

Cowo Baik Saja Tidak Cukup


Saya pernah baca (atau denger?) kalo menikah itu bukan utk saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Saya setuju sih. Karena kalo saya nyari cowo yg bisa nutupin kekurangan saya brati saya insecure dan gak bisa menerima kekurangan saya sendiri dong. Tapi nikah itu lebih ke 2 pribadi yg sama2 sudah cukup kuat dan lengkap, merasa saling cocok lalu memilih berkomitmen utk bersinergi bersama. Gitu sih. Jadi buat siapapun yg mau nikah atau kepikiran menuju ke arah sana, kayanya perlu deh utk mengkaji ulang nilai2 apa sih yg pengen dia bawa dan dia dapet di dalam rmh tangganya. Pasangan spt apa yg dia pengen dan sejauh apa dia bisa bertoleransi dengan ketidaksempurnaan pasangannya.

Bagi saya cinta selalu gak pernah cukup. Karena di dunia ini masih ada hal2 yg lebih tinggi daripada cinta. I had been in a 6 years relationship dan akhirnya bubar karena gak menemukan kesepakatan apa2. Cinta? Pasti. Lelaki yg baik? Tentu. Tapi ada nilai2 yg ternyata gak bisa disinergikan. Bagaimana problem solving thdp kejadian A, bagaimana pandangan dia tentang isu B, bagaimana attitude dia ketika di situasi terhimpit, adalah hal2 yg kemudian menjadi pertimbangan dan mengandaskan segala rencana yg sdh dikonstruksi. Punya pacar yg asik, seru, menyenangkan, penyayang, setia, itu lebih dari cukup. Tapi adalah penting kemudian, utk memilih dan menimbang. Bukan karena kita cewe belagu dan banyak mau, tapi karena masa depan terlalu bersih utk dikotori dengan asumsi "dia bisa berubah kok setelah menikah, tergantung bagaimana kita mengarahkan". Tolong bangun dan cuci muka girls, karena kita gak hidup dalam dongeng beauty and the beast.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hard to Say Goodbye



Saya mengerti betul bahwa dalam hidup, akan selalu ada orang yang datang dan pergi. Tapi menjadi sulit untuk bersikap bijak jika kita yang mengalami sendiri perpisahan itu.

Belakangan, orang-orang yang saya anggap asik dan menyenangkan dalam bergaul maupun bekerja bareng, nyatanya harus pergi. Ada yang memang harus pergi karena keinginannya, ada yang harus pergi karena dipaksa oleh sistem. Ya memang seperti itu sih birokrasi. Bakal selalu ada rotasi dan mutasi. Tapi suuliiiiiiit sekali untuk berbesar hati menerima rasa kehilangan terhadap teman yang sudah kita sayang.

Saya ingat dulu ketika harus pindah sekolah ke Ternate dan berpisah dengan para sahabat. Saya ingat ketika lulus kuliah dan harus meninggalkan Jakarta dan orang-orang yang sudah menemani hidup saya selama 5 tahun di sana. Saya ingat ketika pindah dari Tual ke Ambon dan meninggalkan teman-teman yang sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. Selalu saja menyesakkan. Selalu meninggalkan lubang yang menganga di hati.

Dulu, saya selalu pergi dan meninggalkan. Sekarang, saya yang malah ditinggalkan.
Seandainya Tuhan ngasih kita pilihan ya untuk memasukkan orang-orang yang menyenangkan ke dalam circle hidup kita lalu membuang orang-orang toxic dan menyebalkan. Hihihihi.. Tapi kalo seperti itu, bagaimana kita bisa belajar bersabar dan naik level?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS