RSS

My younger sister

I had written this one year ago..


Rasanya baru kemarin dia sibuk menceritakan padaku tentang dongeng “si kepala telur”. Rasanya baru kemarin dia pandai membaca dan menggoreskan huruf-huruf di atas selembar kertas. Rasanya baru kemarin dia menyebutkan semua kata2 berawalan huruf W dalam bahasa Inggris dan menguraikan artinya satu persatu kepadaku ketika umurnya tak kurang dari 5 tahun. Aku ingat, masih begitu ingat tentang apa2 yang pernah aku ajarkan padanya. Masih jelas dalam ingatanku gadis kecil berusia 4 tahun dengan lesung pipinya yang lucu kuboncengkan naik sepeda, mengantarkannya untuk hari pertama bersekolah SD kelas satu. Dia yang paling kecil, paling muda di kelasnya. Kuintip dari jendela kelasnya apa yang tengah ia lakukan sampai waktu sekolah usai. Begitu setiap harinya.

Dia begitu lucu, menggemaskan, dan terlalu cerdas untuk ukuran anak2 seusianya. dia baik, dan selalu menerima bagaimana kondisi keluarganya, tak pernah sekalipun dia menuntut untuk dibelikan ini-itu. Dia, adikku, aku sadar aku teramat menyayanginya dan ingin selalu melindunginya sebisa yang aku mampu.

Kini ketika aku menoleh lagi, aku mendapati waktu yang teramat cepat bergulir. adikku, bukan lagi anak kecil yang sibuk bermain boneka, atau sibuk menggambar dan mewarnai rumah, gunung dan awan. Dia telah beranjak remaja. menjadi orang dewasa yang sepantasnya aku yakini, telah bisa membedakan dengan jelas antara yang baik dan yang buruk. Kini, dia tak lagi sibuk dengan cerita2 tentang putri salju, tak lagi mengurusi boneka2 barbie atau menceritakan dongeng “si kepala telur” padaku. Aku berdecak keheranan sekaligus kagum, mengetahui adikku yang rasanya baru kemarin memperlihatkan puisi ciptaannya berjudul “pelangi” yang sangat kanak2 itu, kini membaca buku berat yang judulnya “wahai wanita, tutuplah auratmu”. Tak kusangka, dia lebih dewasa dari usianya yang baru 12 tahun. Anak2 seusia dia umumnya baru saja lulus SD, tapi kini dia sudah duduk di bangku kelas tiga SMP. Adikku, dia luar biasa. Selalu luar biasa di mataku.

Lagi2 aku tersadar bahwa waktu tak dapat kukejar. Mendapati adikku yang dengan girangnya selalu menyisihkan uang seribu rupiah setiap hari di dalam celengannya, aku hanya tertawa kecil karena aku tahu dia tak akan bisa jadi orang kaya hanya dengan uang seribuan itu. Tapi di suatu malam setelah berbuka puasa kudengar percakapannya dengan ibuku. Dengan lucunya dia berkata bahwa dia ingin memberikan uang2 yang telah dia kumpulkan setiap harinya itu kepada orang miskin. Kepada orang miskin, lucu nadanya ketika dia mengucapkan kalimat itu, tapi seketika mataku berkaca, mengetahui bahwa adikku sungguh teramat baik hatinya. Masih saja mau memikirkan orang miskin, padahal kupikir lembaran2 seribu rupiah yang dikumpulkannya selama setahun itu takkan berarti apa2. Adikku yang sekecil itu, kata2nya menusuk ke dalam hatiku, betapa selama ini aku hanya sibuk memikirkan diriku sendiri, betapa aku terlalu larut dalam duniaku. Aku terharu sekaligus bangga. Aku bangga karena Siska Shafirah Kiat, dia adalah adikku, adikku satu2nya yang paling aku sayangi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment