Desember lalu ketika menulis surat cuti untuk libur akhir
tahun, saya baru sadar bahwa sudah 7 tahun lamanya saya bekerja di tempat ini.
Dengan bonus setahun magang di kantor pusat, berarti sudah 8 tahun saya
mengabdi meski saya sendiri masih bingung dengan makna pengabdian itu sendiri.
Saya bekerja hanya untuk uang, tidak ada ekspektasi apa-apa. Karena itu jika
ada yang bisa membayar lebih untuk pekerjaan rebahan, tentu saya memilih rebahan
saja di kasur lalu digaji tinggi. Persetan soal mengabdi pada negeri.
Untuk jangka waktu yang cukup lama itu, perlahan saya mulai
sadar bahwa Tuhan menjawab doa saya dengan amat misterius namun indah. Saya
tidak ingin menguraikan rasa syukur karena telah melihat banyak orang yang
lebih menderita dibanding saya. Sebab katanya, bersyukur setelah membandingkan
keadaan kita dengan keadaan orang lain yang jauh lebih menyedihkan itu jahat.
Karena itu saya rasanya seperti ditampar oleh malaikat supaya saya sadar bahwa
pekerjaan ini telah memberikan saya kecukupan hingga saya bisa sepenuhnya
mengamalkan peribahasa yang dulu saya pelajari di SD. Bahwa tangan di atas
lebih baik daripada tangan di bawah.
Maka ketika menengok ke belakang, saya mengerti sejauh mana
saya telah berjalan. Dari seorang bocah bau matahari yang sibuk menimbang ubi
kayu di pedalaman desa nun jauh di Maluku Tenggara sana demi mendapatkan angka produktivitas
tanaman pangan, kini saya melompat beberapa langkah ke depan lalu dipercayakan
memegang tanggung jawab yang lebih besar. Dan tahun ini, saya beruntung karena
telah memiliki satu orang staf setelah 2 tahun terseok-seok bekerja seorang
diri, dari menyusun publikasi hingga mengepak-ngepak dokumen, dari rapat
evaluasi hingga naik motor ke terminal menjemput dokumen dari kabupaten. Kadang
merelakan sabtu-minggu untuk bekerja, lalu lupa bahwa saya harus tetap waras
dengan nongkrong bersama teman-teman atau sekedar rebahan di sofa membaca komik
atau novel kesukaan.
Dasarnya manusia, saya kadang merasa jenuh juga. Dan 3 hari
long-weekend ini saya habiskan hanya untuk rebahan. Scrolling twitter dan
socmed lainnya sampe puyeng sendiri. Saya bersyukur untuk hidup stabil yang
sudah Tuhan kasih. Tapi entah kenapa di titik ini saya lagi gak pengen
ngapa-ngapain. Gak pengen ketemu orang. Gak pengen ngobrol sama siapa-siapa. Gak
pengen ngelakuin hal-hal produktif apapun. Saya kenapa sih?
0 comments:
Post a Comment