RSS

Mama, Ibuku

Ma, aku ingin menulis tentangmu. Bukan puisi, bukan kata-kata indah yang akan kurangkai, tapi hanya sepotong kerinduan yang ingin kutuang, daripada kubiarkan ia menguap dibawa angin. Aku tahu pasti kau takkan pernah mungkin membacanya, dan kalaupun ia terbaca olehmu, semoga kau mengerti bahwa aku merindukanmu dalam tiap sepi yang menderaku. Aku tak ingin menangis, hanya saja airmata ini selalu meluncur deras setiap kali kuingat akan dirimu, akan nasehat-nasehatmu, akan tatapanmu yang mengandung begitu banyak arti dan tak pernah bisa kujamah.

Ma, dulu saat masih kanak-kanak, aku selalu ingin menjadi cepat dewasa. Selalu kutanyakan kapan aku menjadi besar dan tinggi.. tapi kini, di tengah proses kedewasaanku, aku justru ingin kembali ke masa kanak-kanakku. Kupikir orang dewasa bisa melakukan segalanya, tapi ternyata menjadi dewasa bukanlah hal yang menyenangkan seperti yang dulu kupikirkan. Satu yang pasti dari kenyataan menjadi orang dewasa adalah, aku harus bisa bertanggung jawab untuk menjaga diriku sendiri. Rasanya sungguh tak mengenakkan. Aku jadi terpikir bagaimana dulu engkau menjaga kami bertujuh, mengkhawatirkan kami, apakah itu terasa berat bagimu, ma?

Ma, waktu semakin berjalan ya.. rasanya aku masih ingin berlama-lama di dekatmu. Aku rindu hari ulangtahunku yang selalu dibuatkan nasi kuning olehmu. Tak pernah ada kado, tak pernah ada perayaan tiup lilin, tapi bagiku nasi kuning yang kau buatkan jauh lebih berarti dari itu. Ma, maafkan aku yang belum bisa memberikan apa-apa untukmu, belum bisa menjadi sesuatu meski kau tak pernah meminta sesuatu dariku. Begitu banyak yang sudah kau berikan, dan aku hanya bisa berdoa semoga masih ada kesempatan bagiku untuk memberikan seperseribu saja dari yang pernah kau berikan padaku sebelum akhirnya Tuhan akan memanggilmu.

Ma, mama semakin menua. Setahun sekali berjumpa denganmu, yang kulihat berubah hanyalah rambutmu yang semakin banyak memutih. Dan tulang-tulangmu kini semakin menonjol karena kau semakin kurus. Selebihnya, perhatian dan kasih sayangmu tak pernah berubah, kau masih saja bertanya besok aku ingin dibuatkan masakan apa.. ma, kenapa kau selalu baik padaku? lalu dengan apa aku harus membalas semua kebaikanmu? Kau masih saja meminta maaf jika kiriman uang kos darimu datang terlambat. Padahal harusnya aku yang meminta maaf karena masih saja menjadi beban bagimu. Kau menyesal karena tak bisa ada di sini ketika aku tengah bersedih, padahal aku sendiri tak pernah tahu kapan hatimu sedang diliputi kesedihan.. terbuat dari apa hatimu ma? Kenapa engkau tak pernah marah, tak pernah menyalahkanku jika aku gagal dan membuatmu kecewa? Kenapa kau masih mampu berkata dengan nada lembut sambil mendoakanku ma?

Ma, aku rindu.. di sini begitu kosong tanpamu.. aku ingin membahagiakanmu. Aku ingin cepat-cepat lulus dari sini dan melihatmu tersenyum di hari wisudaku. Semoga engkau bangga padaku selayaknya aku yang selalu bangga memiliki ibu sepertimu ma. Jika manusia di dunia ini akan terlahir kembali, aku hanya ingin terlahir dari rahimmu, menjadi anak keenammu yang kau beri nama Elvira. Aku tak ingin menjadi orang paling hebat, cukuplah dengan menjadi anakmu saja ma. Ma, Aku mencintaimu. Aku mencintaimu karena Allah. Maafkan aku yang tak pernah mengucapkan kalimat itu secara langsung di hadapanmu.

Ma, bagaimana kabar mama? Di saat jauh dari mama, aku selalu ingat mama. Dulu sewaktu kecil setiap kali pulang sekolah, seperti sebuah keharusan bagiku untuk mencarimu di dapur, melihatmu memasak atau berkutat dengan adonan-adonan kuemu. Barulah aku merasa senang dan segera mengganti baju. Kalau tak melihatmu di dapur, aku pasti akan mencarimu di tiap sudut rumah. Aku tak punya alasan mengapa hal itu selalu kulakukan, tapi ada kelegaan bagiku setiap kali aku melihatmu. Seringkali aku rindu setiap sore yang kau habiskan untuk mencabuti rumput, menyirami bunga-bunga yang kau sayangi, tersenyum pada cabe, tomat, serai dan daun-daun kemangi yang tumbuh lebat di halaman samping rumah kita. Aku hanya duduk di teras sambil memandangimu, merasakan betapa kau teramat mencintai hidupmu yang sebenarnya sudah cukup berat ini.

Beberapa minggu lalu aku mengirimkan cardigan untukmu. Kau menelpon dan berkata bahwa kau menyukai apa yang aku berikan. Kau senang karena cardigannya terlihat bagus di badanmu. Tahukah engkau ma, aku jauh lebih senang karena hal kecil seperti itu mampu membuatmu gembira..  syukurlah karena aku masih bisa memberikan sedikit arti bagimu ma..

Ma,saat kemarin aku pulang, kau bercerita padaku perihal bekas operasi di kakimu yang masih terasa sakit. Bahkan kini ada daging yang mencuat keluar dan membuatmu menahan kesakitan ketika berjalan. Ma, tahukah kau bahwa aku ingin menangis melihat semua kesusahan yang kau tanggung..? tapi dengan itu kau masih bisa tersenyum, masih bersemangat membuatkan sarapan dan snack sore setiap hari untuk anak-anakmu. Aku hanya bisa menuangkan air hangat ke ember, membiarkanmu merendam kakimu  di situ sembari memijat bahu-bahumu yang kelelahan. semoga itu bisa mengurangi rasa sakit yang kau tahan selama ini. andai saja aku dokter ma, mungkin aku bisa menjadi lebih bermanfaat bagimu. Tapi di sini aku hanya belajar tentang statistik ma, tak ada yang kutahu tentang obat-obatan. Aku hanya berharap semoga Allah mengganti setiap derita yang kau tanggungkan dengan pahala berlipat ganda, dan semoga rasa sakitmu menghapus setiap kesalahanmu dan mempertemukanmu dengan surga-Nya.

Ma, maafkan aku yang setiap kali pulang, tak ada yang bisa kubawa selain hanya menambah beban dalam keranjang cucianmu. Dalam usiaku yang terbilang dewasa ini, seringkali aku masih saja mengeluh, mengadu hal-hal kecil padamu, merepotkanmu, menanyakan ini dan itu padamu. Aku sadar tak bisa terlepas darimu. Kau memang muara segala hal. Aku mencintaimu ma, walau itu tak pernah terucap. Sama halnya dengan engkau yang tak pernah mengucap kata cinta pada anak-anakmu, tapi aku tahu kau mencintai kami, ma. Lebih dari kata cinta itu sendiri.

Akhirnya, aku hanya bisa terpaku pada deretan kalimat-kalimat ini. terlalu banyak keindahanmu yang tak terjangkau oleh bahasa, terlalu banyak kasih sayangmu yang tak sanggup kuceritakan lewat kata-kata saja. Semuanya terlalu sesak dan tak akan muat dalam lembar-lembar kertas. Kelak jika nanti aku menjadi seorang ibu, aku hanya ingin dipanggil “mama”, persis seperti aku yang selalu memanggilmu mama..

I love u, Ma..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment