Blue March
Barangkali Nanti
Kalau bukan saat ini, barangkali nanti di kehidupan yang akan datang..
Berjanjilah untuk memperjuangkanku. Berjanjilah untuk takkan pernah membiarkanku pergi..
Sebab aku butuh seseorang yang mau mengupayakan segala hal demi bisa tetap bersama.
Berapa
Jadi butuh berapa tahun bagi saya untuk bisa lupa?
Gue Gak Sendiri
Kamu boleh pergi
Tentang Selly
Menghinakan Diri Sendiri
Siapalah saya..
Merepet mencaci-maki para menteri.
Sedang saya pun tampak tak yakin pada diri sendiri,
Apa saja yang sudah saya baktikan pada negeri.
Saya hanya bagian dari mereka yang tak tahu diri.
Sibuk mengejar-ngejar pejabat untuk membubuhkan tandatangan
agar cair duit-duit ini.
Hina tak terperi.
Lalu, bekerja kini tak lagi perkara bakti-mengabdi pada ibu pertiwi.
Tapi semata-mata menyoal materi, atau pula puja-puji.
Bangkrut sudah budi pekerti.
Tak lagi ada yang peduli,
tentang implementasi 'bagimu negeri jiwa-raga kami"
Terbangun di sabtu pagi,
Memikirkan rekan seprofesi yang sangat berorientasi materi
Hasta La Victoria Siempre!
Tuhan Tak Pernah Tidur
Kadang saya lelah dan mengeluh. Tapi semua kelelahan itu memperlihatkan pada diri sendiri, seberapa jauh saya telah berusaha.
Tual di penghujung maghrib,
Ketika masa depan tampak abu2
Yada
Tuhan, bolehkah setahun ini aku cukup menjadi seekor kupu-kupu?
I'm not okay
Scream
Have I ever told you before?
I hate standing in front of people, even not talking.
I hate it most and I don't know why.
I hate when people take a look at me.
It feels like I'm gonna die.
I hate that feeling, like I'm an idiot.
But I can't fight with my anxiety.
And I need the one who gets my feeling.
Who knows my problem and says 'just keep being you, it's normal'
Gosh! I need to go to beach and scream out loud.
I hate society!
Melihat Ambon dari Balik Jendela Kamar
Melihat Ambon dari balik jendela kamar.
Terik membakar, menusuk sampai ke bawah jaringan kulit.
Rumah2 dengan atap seng karatan, berdesak2an saling sikut tidak karuan.
Pohon2 tanpa nama menjulang acuh tak acuh.
Para kuli bangunan menyeka peluh, melanjutkan pekerjaan mereka yang entah apa.
Lalu saya, hanyalah satu noktah tak penting dari seluruh tatanan ini.
Ambon..
Saya ingat kalau ayah-ibu saya lahir dan merangkak di sini.
Saya ingat betapa saya pernah meninggalkan kota kecil ini dgn linangan tangis, untuk pergi belajar bagaimana mengendalikan rindu.
Dan sungguh sebobrok apapun tempat ini, saya tak punya alasan untuk tak cinta.
Saya tahu Ambon telah begitu jauh ditinggalkan zaman.
Saya tahu penduduk di sini tak lebih dari orang2 udik, sok tahu, miskin.
Saya tahu betapa lebarnya jarak antara kota ini dan kemajuan.
Tapi perlukah alasan kenapa harus cinta?
Ambon yang saya tau tetaplah manis.
Semanis senyum anak2 pesisir yang tak culas hatinya.
Semanis kebiasaan penduduknya menikmati teh di sore hari bersama keluarga.
Dan indah..
Ia selalu indah..
Indah karena Tuhan melukisnya dengan warna biru yang tumpah ruah.
Warna biru yang menjelma laut,
Warna biru yang juga saya lihat pada bola matamu.